LAPORAN LENGKAP TUTORIAL
SISTEM PERSEPSI SENSORIK
“PENGLIHATAN BERKABUT”
Oleh :
Maria Immaculata C.B. Sevana Christina Mayaut
Zainuddin Pattiiha Krispinus
Daru
Fatri Darmansyah Kristina Vinolia Febriana
Fredirikus Carlokum Hendranus Suprianto
Irmawati M. Valentina
Rumlus
PROGRAM
STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES GRAHA EDUKASI
MAKASSAR
STIKES GRAHA EDUKASI
MAKASSAR
2014
SKENARIO
Tn. B umur
65 tahun mengunjungi Poliklinik Mata dengan keluhan mata penglihatan tampak
berkabut, fotophobia, diplopia pada satu mata, disertai dengan pengeluaran air
mata yang terus-menerus, pandangan lebih jelas pada malam hari. Lensa mata
berubah menjadi buram seperti kaca susu. Ketajaman penglihatan menurun, klien
mengeluh tidak bisa membaca dan hanya melihat samar-samar klien terganggun
dengan matanya, dan tidak dapat beraktivitas seperti biasa, klien meggunakan
kaca mata sejal 12 tahun lalu. Klien menanyakan jenis makanan terbaik bagi
penyakitnya.
Hasil
pemeriksaan gula darah sewaktu adalah 240 mg/dl, saat dikonfirmasi ternyata
klien mempunyai riwayat DM 7 tahun lalu.
Saat dilakukan pemeriksaan oleh Opthalmologist ditemukan hilangnya
refreks merah dan terlihat gambaran opaque pada
lensa. Kondisi ini dialami oleh kedua mata. Opthalmologis merencanakan
dilakukan operasi setelah Gula Darahnya stabil.
Step 1 :
Klasifikasi istilah-istilah sulit
1. Fotophobia
(Photophobia)
Intoleransi yang abnormal terhadap cahaya
seperti pada kelainan inflamatorik mata atau sistem saraf. Atau rasa tidak
nyaman (mata) saat melihat cahaya terang.
2. Diplopia
Suatu gangguan penglihatan dimana objek terlihat
ganda.
3. Opthalmologist
Dokter yang mengkhususkan dirinya untuk pemeriksaan
mata (spesialis mata).
4. Refleks
Merah
Pemeriksaan opthalmoskopis yaitu dengan melihat
refleks merah didalam manik mata/pupil. Apabila tidak ada katarak maka akan
terlihat refleks merah pada pupil yang merupakan refleks retina yang terlihat
melalui pupil dan sebaliknya.
5. Gambaran
Opaque
Gambaran yang tidak tembus pandang.
6. Lensa
Mata (Lens) adalah struktur avaskuler, bikonveks, dan transparan dalam mata
yang bisa berubah bentuknya untuk menfokuskan cahaya pada retina.
7. GDS
(Gula Darah Sewaktu)
Hasil pengukuran kadar glukosa dalam darah yang
dinilai pada suatu waktu (tanpa instruksi dipuasakan). GDS normal = 140 mg/dl
8. DM
(Diabetes Melitus)
Penyakit yang sering dijumpai sebagai akibat dari defisiensi
insulin dalam darah atau penurunan efektivitas kerja insulin.
Klarifikasi kata-kata kunci
1. Tn. B usia 65 tahun
2. Penglihatan
tampak berkabut, fotophobia, diplopia pada satu mata, disertai dengan
pengeluaran air mata terus-menerus
3. Lensa
mata berubah menjadi buram seperti kaca susu
4. Ketajaman
penglihatan menurun
5. Klien
mengunakan kaca mata sejak 12 tahun lalu
6. Hasil
pemeriksaan GCS = 240 mg/dl
7. Klien
menpunyai riwayat DM 7 tahun lalu
8. Pemeriksaan
oleh Opthalmologist ditemukan hilangnya refleks merah dan terlihat gambaran
Opaque pada kedua lensa.
9. Rencana
Operasi
Step 2 :
Masalah
utama/problem kunci
Katarak
Pertanyaan
:
1.
Mengapa orang berusia lanjut
cenderung mengalami katarak ?
2.
Mengapa orang dengan katarak, lensa
mata berubah seperti kaca susu ?
3.
Apa hubungan penyakit DM dengan
Katarak (sertakan jurnal minimal 2) ?
4.
Bagaimana pemeriksaan untuk ketajaman
penglihatan dan bagaimana prosedur atau langkah-langkah melakukan pemeriksaan ?
5.
Bagaimana penatalaksanaan diet pada
pasien katarak dengan riwayat DM ?
6.
Bagaiman prosedur pemeriksaan GDS ?
7.
Apa interprestasi atau makna dari
hasil pemeriksaan oleh Opthalmologist ?
8.
Pada kondisi bagaimana pasien
katarak dapat dilakukan operasi dan bagaimana prosedur penatalaksanaan operasi
?
9.
Buatlah pengkajian dan analisa data
dasar pada Tn. B ?
10.
Buatlah penyimpangan KDM Tn. B ?
11.
Buatlah rencana ASKEP pada Tn. B ?
12.
Buatlah implementasi dan evaluasi
pada Tn. B ?
Step 3 :
Jawaban
step 2
1. Orang berusia lanjut cenderung mengalami katarak karena :
Katarak
adalah keadaan dimana lensa menjadi keruh atau kehilangan transparansinya,
supaya mata dapat berfungsi dengan baik memerlukan lensa yang bening atau transparan
dan lentur atau elastis. Lensa berfungsi sebagai media refraksi yang berperan
secara pasif dalam proses akomodasi sehingga sinar yang melalui kornea dan humor akous dapat difokuskan
diretina dan menghasilkan tajam penglihatan yang baik. Dengan bertambahnya usia, sifat
transparansi lensa ini dapat menurun oleh karena lensa mengalami perubahan
ikatan struktur enzim dan penguningan inti sehingga terjadi peningkatan
kekeruhan inti lensa.
Proses
normal ketuaan mengakibatkan lensa menjadi keras dan keruh dengan bertambahnya
usia maka, ukuran lensa akan bertambah dengan timbulnya serat-serat lensa yang
baru dan berkurang kebeningan lensa. Meningkatnya
derajat kekeruhan inti lensa juga berhubungan dengan rendahnya kadar enzim
glutation reduktase. Semakin lanjut usia kadar enzim glutation reduktase akan
semakin menurun, dan semakin keruh lensa inilah yang mengakibatkan mengapa
lansia cenderung mengalami katarak.
2. Orang dengan katarak, memiliki lensa mata berubah seperti kaca
susu karena :
Katarak
adalah kerusakan pada mata yang menyebabkan lensa mata berselaput dan rabun.
Lensa mata menjadi keruh dan cahaya tidak mampu menembusnya. Dalam perkembangan
katarak terkait dengan usia, katarak dapat menyebabkan miopi. Proses
perkembangan katarak, pertama terjadi keburaman dalam lensa.
Keburaman dalam lensa dapat
mengurangi persepsi warna biru, kemudian pembengkakan lensa, lalu penyusutan
akhir dengan kehilangan transparasi seluruhnya. Seiring waktu, lapisan luar
katarak akan mencair dan membentuk cairan putih susu, yang dapat menyebabkan
glukoma.
3. Hubungan penyakit DM dengan Katarak (sertakan jurnal minimal 2) adalah
:
Diabetes
melitus merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan timbulnya
hiperglikemia (peningkatan glukosa dalam darah yang berlebihan) akibat gangguan
sekresi insulin, dan atau peningkatan resistensi seluler terhadap insulin.
Hiperglikemia kronik dan gangguan metabolik DM lainnya akan menyebabkan
kerusakan jaringan dan organ, seperti di mata.
Diabetes
mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi, dan amplitudo
akomodatif. Dengan meningkatnya kadar gula darah, maka meningkat pula kadar
glukosa dalam akuos humor. Oleh karena glukosa dari akuos masuk ke dalam lensa
dengan cara difusi, maka kadar glukosa dalam lensa juga meningkat. Sebagian
glukosa tersebut dirubah oleh enzim aldose reduktase menjadi sarbitol,
yang tidak dimetabolisme tapi tetap berada dalam lensa.
Selain
itu, perubahan sarbitol menjadi fruktose relative lama dan tidak seimbangan
sehingga kadar sarbitol dalam lensa mata meningkat. Disusun dalam hipotesa
bahwa sarbitol menaikan tekanan Osmose
Intraseluler dengan akibat meningkatnya Water Up Take dan selanjutnya secara
langsung maupun tidak langsung membentuk katarak.
Selain
itu dalam beberapa penelitian diantaranya yang dilakukan oleh :
Rijal rasyid, Rasdi nawi, H.A.
Zulkifli dengan judul Penelitiannya, “Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Katarak Di Balai Kesehatan Mata Masyarakat Makassar (BKMM)” pada tahun 2010.
Kelainan Metabolik pada mata, ini dimaksudkan oleh adanya peningkatatan
glaukosa darah atau hiperglikemi dan disertai berbagai kelainan metabolik
akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, saraf dan pembuluh darah.
Pada
orang yang menderita Diabetes Mellitus struktur matanya dapat terkena oleh
akibat penyakit Diabetes Mellitus dan dapat mengakibatkan terjadinya katarak
ini diakibatkan oleh adanya dehidrasi yang lama pada kapsul lensa yang juga
mengakibatkan terjadinya kekeruhan pada lensa mata.dari penelitian ini
tergambar adanya keterhubungan antara diabetes mellitus dengan kejadian
katarak.
Oleh Riskawati dengan judul
penelitian “Hubungan Antara Kejadian
Katarak Dengan Diabetes Melitus Di Poli Mata RSUD dr. Soedarso Pontianak” Pada
Tahun 2012. Dalam hasilnya
mengatakan bahwa : Diabetes
melitus merupakan suatu kelainan metabolik dimana ditemukan ketidakmampuan
untuk mengoksidasi karbohidrat akibat gangguan pada mekanisme insulin yang
normal.
Penderita
diabetes melitus akan memiliki kadar gula darah yang lebih tinggi dibanding
orang normal. Salah satu komplikasi dari diabetes melitus adalah komplikasi
kronik mikrovaskular yang dapat menyerang mata. Penelitian ini juga dikung oleh
Hasil penelitian dari Beaver Dam Eye Study menunjukkan adanya hubungan antara
diabetes melitus dengan katarak.
Studi
ini menyatakan bahwa insiden dan perjalanan penyakit katarak posterior
subkapsular dan kortikal berhubungan dengan diabetes. Studi ini juga menyatakan
peningkatan kadar hemoglobin terglikosilasi berhubungan dengan meningkatnya
resiko untuk mengalami katarak nuklear dan kortikal.
4. Pemeriksaan ketajaman penglihatan dan Prosedur (langkah-langkah) dalam
melakukan pemeriksaan adalah sebagai berikut :
Di
kalangan refraksionis (ahli pemeriksaan refraksi mata) dan kedokteran mata,
dikenal dengan istilah uji visus dasar (visus = tajam penglihatan). Pada
prinsipnya, uji visus ini adalah upaya untuk mengetahui ketajaman penglihatan
seseorang dan menilainya dengan dibandingkan penglihatan normal. Jadi, hasil dari uji visus ini berupa angka
perbandingan yang menggambarkan kemampuan penglihatan pasien yang diuji bila
dibandingkan dengan penglihatan orang normal.
Pemeriksaan visus dapat dilakukan
dengan menggunakan Optotype Snellen, kartu Cincin Landolt, kartu uji E, dan
kartu uji Sheridan/Gardiner. Biasanya alat yang dipakai sebagai obyek tes untuk
uji visus ini (biasa disebut optotip) adalah berupa kartu besar atau papan yang
berisi huruf - huruf atau angka atau gambar/simbol dalam berbagai ukuran
(tertentu) yang disusun urut dari yang terbesar di atas, makin kebawah makin
kecil. Setiap ukuran huruf diberi kode angka yang dipakai untuk menilai
kemampuan penglihatan pasien yang diuji.
Prosedur Mengukur Tajam Penglihatan atau Visus :
Alat yang diperlukan :
Cara
:
Mulai
periksa satu persatu
1. Penderita
duduk 6 m dari kartu pemeriksaan
2. Kanan
diperiksa, kiri ditutup
3. Kiri
diperiksa, kanan ditutup
4. Mulai
dari huruf yang paling besar ke yang kecil sampai penderita tidak bias membaca
5. Penulisan
dengan bilangan pecahan. Cara penulisan visus : visus mata kiri / kanan atau
visus okula dextra / visus okula sinistra
Contoh
: VOD = 6/30, pasien hanya bisa membaca huruf pada jarak 6 m, yang seharusnya
dapat dibaca pada jarak 30 m pada orang normal.
v Apabila
tidak bisa membaca huruf terbesar sampai yang paling kecil gunakan hitungan
jari yang seharusnya dapat dihitung pada jarak 60 m.
v Setelah
dengan hitungan tangan tetap tidak bisa maka menggunakan goyangan tangan atau
lambaian tangan.
Contoh
: VOD = 1/300, penderita bisa melihat goyangan tangan pada jarak 1 m, yang
seharusnya terlihat pada jarak 300 m.
v Goyangan
tangan tidak bisa, maka menggunakan lampu senter : VOD = 1/~
v Artinya
: penderita pada jarak 1 m hanya bisa membedakan gelap dan terang, sedangkan
orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak berhingga.
v Tidak
bisa melihat sinar – VOD = LP (-)
Contoh
: VOD = 5/60, penderita dapat menghitung jari pada jarak 5 m, yang seharusnya
terbaca pada jarak 60 m
v Bila
penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar, maka dikatakan
penglihatannya adalah 0 (nol) / buta total.
6. Apabila penderita berkacamata, maka visus
dulu tanpa kacamata baru visus dengan kaca mata.
Contoh
: VOD = 6/30 ; kacamata = 6/6
7.
Pada pasien yang post op atau bed rest
bisa dilakukan pemeriksaan visus dengan tidur.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan :
1.
Letak bingkai uji coba tepat okuler
2.
Bila tak mampu baca dengan cara : hitung jari,
goyangan tangan, atau persepsi.
5. Penatalaksanaan diet pada pasien katarak dengan riwayat DM adalah
:
Intervensi
gizi yang meningkatkan gula darah, tekanan darah, dan kadar kolesterol dapat
membantu mencegah atau memperlambat kerusakan mata. Terapi diet khusus untuk
mencegah kerusakan mata belum ditetapkan. Namun, bukti dari Komplikasi Diabetes
dan Uji Coba Pengendalian menyarankan bahwa diet tinggi lemak dan rendah serat
dapat meningkatkan risiko kerusakan mata.
6. Prosedur pemeriksaan GDS adalah sebagai berikut :
GDS
(Gula Darah Sewaktu) adalah hasil pengukuran yang dilakukan seketika waktu itu
tanpa ada puasa. Pemeriksaan gula darah
digunakan untuk mengetahui kadar gula darah seseorang. Macam- macam pemeriksaan
gula darah: Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2
kali pemeriksaan :
1. Glukosa
plasma sewaktu ≤ 200
mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa
plasma puasa ≤ 140
mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa
plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr
karbohidrat (2 jam post prandial (pp) ≤ 200 mg/dl.
Indikasi
: Klien yang tidak mengetahui proses penyakitnya.
Tujuan
:
1. Untuk mengetahui kadar gula pada pasien.
2. Mengungkapkan
tentang proses penyakit dan pengobatannya.
Persiapan
Alat :
1. Glukometer
2. Kapas
Alkohol
3. Hand
scoen
4. Stik
GDA
5. Lanset
6. Bengkok
7. Sketsel
Persiapan
Lingkungan : Menjaga privace klien.
Prosedur
kerja :
1. Jelaskan
prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada pasien.
2. Mencuci
tangan.
3. Memakai
handscone
4. Atur
posisi pasien senyaman mungkin.
5. Dekatkan
alat di samping pasien.
6. Pastikan
alat bisa digunakan.
7. Pasang
sketsel.
8. Pasang
stik GDA pada alat glukometer.
9. Menusukkan
lanset di jari tangan pasien.
10. Menghidupkan
alat glukometer yang sudah terpasang stik GDA.
11. Meletakkan
stik GDA dijari tangan pasien.
12. Menutup
bekas tusukkan lanset menggunakan kapas alkohol.
13. Alat
glukometer akan berbunyi dan hasil sudah bisa dibaca.
14. Membereskan
dan mencuci alat.
15. Mencuci
tangan.
7. Interprestasi atau makna dari hasil pemeriksaan oleh
Opthalmologist adalah :
Refleks
Merah adalah pemeriksaan opthalmoskopis yaitu dengan melihat refleks merah
didalam manik mata/pupil. Apabila tidak ada katarak maka akan terlihat refleks
merah pada pupil yang merupakan refleks retina yang terlihat melalui pupil dan
sebaliknya. Sedangkan, Gambaran Opaque adalah gambaran yang tidak tembus
pandang.
8. Kondisi pasien katarak yang dapat dilakukan operasi dan prosedur
penatalaksanaan operasi :
Pembedahan
diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk bekerja ataupun
keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang terbaik
yang dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi bila ketajaman pandang
mempengaruhi keamanan atau kualitas hidup, atau bila visualisasi segmen
posterior sangat perlu untuk mengevaluasi perkembangan berbagai penyakit retina
atau sarf optikus, seperti diabetes dan glaukoma. Operasi katarak biasanya
disarankan oleh ahli bedah mata ketika penglihatan akibat katarak telah buruk
sehingga, tidak bisa dikoreksi dengan kaca mata dan menggangu kegiatan harian.
Prosedur Penatalaksanaan Operasi :
Sebelum
melakukan operasi :
1.
Beri tahu informasi tentang rancana tindakan
dengan komunikasi teurapetik.
2.
Atur posisi pasen seuai kebutuhan dengan
memperhatikan kenyamanan privacy klien.
3.
Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
4.
Mencuci tangan
5.
Meletakan alat alat di dekat pasien dengan benar
6.
Memberian salam sebagai pendekatan terapeutik
7.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/klien
8.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum di lakukan
kegiatan
9.
Menjaga privacy
10. Posisi
pasien telentang(supinasi) atau duduk dengan kepala di condongkan ke belakang
dan sedikit miring ke samping.
11. Bila
pasien diduduk mangkuk dapat di pegang oleh pasien.Bila
pasien berbaring letakakkan mangkuk di dekat pasien sehingga dapat menampung
cairan dan sekret.
12. Perawatan
berdiri dean pasien.
13. Bersihkan
14. Kelopak
mata dengan teiti untuk mengangkat debu.
15. Bilas
mata dengan lembut,mengarahkan cairan menjauhi hidung dan kornea
16. Keringkan
pipi dan mata dengan kapas
Langkah
operasi katarak dengan ECCE :
1.
Desiinfeksi dengan betadine
2.
Injeksi
retrobulbar dengan lidocaine 5 cc
3.
Tekan bola mata dengan honan kurang lebih 15
menit atau hingga bola mata erasa soft saat di palpasi
4.
Epilasi bulu mata sampai bersih dengan menggunakan gunting
epeilasi dan salep chloramphenicol
5.
Irigasi dengan betadine:aquadest = 1:10
6.
Desfinfeksi
7.
Tuyup lapangan operasi dengan menggunakan doek
steril
8.
Buka bola mata dengan menggunakan spekulum dan
lakukan kembali M.Rektus su superior dengan benar
9.
Buat flap konjungtiva kurang lebih 100 derajat.
10. Konjungtiva
di pisahkan dari kornea kurang lebih 100 derajat
11. Tarik
seluas 100 derajat dengan menggunakan jarum yang di bengkokan.
12. Dilakukan
kapsuotomi anterior
13. COA di
tembus dengan menggunakan blade
14. Nukleus
dikeluarkan dengn teknik presure. Dan kontra presure
15. COA di irigasi dengan SIMCOE sampai bersih
16. Injeksi
COA dengan sodim hyaluronat kurang lebih sebnyah 0,1 cc
17. Inersi IOL
posterior chamber
18. Jahit
kornea dengan benang nomor 10,0 sebanyak kurang lebih 5-7 jahitan,simpul di
tanam
19. Irigasi
COA untuk mengelurkan sodium hyaluronat
20. COA
diijeksi udara
21. Injeksi
sun konjuktiva dengan gentamicin dan dexamethason
22. Berikan
salep mata Chloramphenicol
23. Tutup dengan
kasa dan doff
24. Operasi
selesai
Setelah
operasi di lakukan :
1.
Melakukan evaluasi tindakan
2.
Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
berpamitan dengan klien
3.
Membereskan alal-alat dan mencuci tangan
9. Pengkajian dan Analisa Data Dasar pada Tn. B :
Pengkajian
A. Identitas
B. Riwayat
Kesehatan
Riwayat Kesehatan Saat Ini : Klien mengunjungi Poliklinik mata dengan
keluhan mata
penglihatan
tampak berkabut, fotophobia, diplopia pada
satu
mata, disertai dengan pengeluaran air mata yang
terus
menerus. Klien mengeluh tidak bisa membaca dan
hanya
melihat secara samar-samar.
Riwayat Kesehatan Masa Lalu : Klien
mempunyai riwayat DM 7 tahun yang lalu.
C.
Pemeriksaan Fisik
Opthalmologist
: Hilangnya refleks merah dan terlihat gambaran
opaque
pada lensa.
D.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
LAB : GDS : 240 mg/dl
Analisa Data Dasar
|
No.
|
Analisa Data
|
Diagnosa Keperawatan
|
|
1.
|
Faktor
resiko :
1.
Usia Perkembangan : Usia 65 tahun
2.
Disfungsi sensorik :
3.
Pada pemeriksaan oleh opthalmologist
ditemukan hilangnya refleks merah dan terlihat gambaran opaque pada lensa
|
Resiko Cidera (00035)
|
|
2.
|
Faktor
resiko :
Opthalmologis
merencanakan dilakukan perasi dan terdapat luka insisi.
|
Resiko Infeksi (00004)
|
|
3.
|
Ds :
1. Klien
terganggu dengan matanya dan tidak dapat beraktifitas seperti biasa
2. Klien
hanya melihat samar-samar
3. Klien
juga mengatakan menggunakan kaca mata sejak 12 tahun lalu
Do :
Pada pemeriksaan oleh opthalmologist terlihat
gambaran opaque
|
Hambatan
Mobilitas Fisik (00085)
|
|
4.
|
Ds :
Opthalmologist merencanakan dilakukan operasi
setelah gula darah stabil
Do :
Klien bertanya tentang jenis makanan yang
terbaik bagi penyakitnya
|
Ansietas (00146)
|
10. Buatlah penyimpangan KDM dan diagnosa dari kasus Tn. B ?
Penyimpangan KDM :
Diagnosa Keperawatan :
1. Resiko
Cidera (00035) faktor resiko usia perkembangan (fisiologis, psikososial) dan
disfungsi sensorik.
2. Resiko
Infeksi (00004) faktor resiko recanan tindakan operasi (luka insisi).
3. Hambatan
mobilitas fisik (00085) b/d gangguan persepsi sensorik (Penurunan ketajaman
penglihatan).
4. Ansietas
(00146) b/d perubahan dalam : status kesehatan.
11. Buatlah rencana ASKEP pada Tn. B ?
|
No.
|
Diagnosa
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
1.
|
Resiko
Cidera (00035)
Defenisi : Beresiko mengalami cederah sebagai akibat kondisi
lingkungan yang berintraksi dengan sumberadaptif dan sumber defenisif
individu
Faktor resiko :
Usia Perkembangan :
Ø Usia
65 tahun
Disfungsi sensorik :
Ø Klien
mengeluh penglihatan tampak berkabut, fotophobia, diplopia pada satu mata
disertai pengeluaran air mata yang terus-menerus.
Ø Lensa
mata berubah menjadi buram seperti kaca susu
Pada
pemeriksaan oleh opthalmologist ditemukan hilangnya refleks merah dan
terlihat gambaran opaque pada lensa
|
Setelah dilakukan tindakan
asuhan keperawatan selama 3x24 jam, masalah klien dapat teratasi dengan
kriteria hasil : Klien mampu :
1. Menghindari cedera
fisik
2. Mempersiapkan
lingkungan yang aman
3. Mengidentifikasi
risiko yang meningkatkan cedera
|
1. Identifikasi faktor
yang mempengaruhi kebutuhan keamanan (defisit sensorik) dan faktor lingkungan
2. Sediakan alat bantu dan jalan (seperti tongkat
dan walker).
3. Intruksikan istri, anak /orang
terdekat klien, untuk
segera memangil perawat jika butuh bantuan atau menggunakan alat pemantauan
elektronik
4. Informasikan
pada istri, anak /orang terdekatnya
agar tidak melakukan perubahan yang tidak diperlukan di lingkungan
fisik (rumah, penataan furnitur)
5. Informasikan
kepada klien dan keluarga hal-hal yang dapat beresiko /berpotensi menimbulkan
cedera bagi klien
|
1. Mangidentifikasi faktor
resiko cedera untuk membantu meningktkan pengendalian terhadap keamanan
pasien
2. Untuk dimafaatkan dalam meningktkan keamanan
3. Membantu kelurga mningkatkan pemahaman dalam pengguaan alat sehingga, dapat membantu dalam
memelihara keamanan klien
4. Meningktkan pengendalian
terhadap terjadinya resiko cedera.
5. Klien dan keluarga dapat mengetahui dan
menghindari resiko cedera
|
|
2.
|
Resiko infeksi (00004)
Definisi : Mengalami peningkatan
risiko terserang organisme patogenik
Faktor Resiko :
Opthalmologis
: perencanakaan operasi (Luka insisi)
|
Setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam , masalah klien dapat teratasi dengan kriteria
hasil:
Faktor
resiko infeksi akan hilang dibuktikan dengan terbebas dari tanda/gejalah infeksi
|
1.
Pantau
tanda gejala infeksi (penampilan luka)
2.
Kaji faktor yang dapat meningkatkan
kerentangan terhadap infeksi (usia lanjut)
3.
Instruksikan
untuk menjaga higiene personal
4.
Pertahankan teknik steri jika melakukan
tindakan pada pasien
5.
Amati penampilan praktik higiene personal
6.
Kolaborasi
: Pemberian terapi antibiotik (bila perlu)
|
1. Mendeteksi dini infeksi pada klien yang beresiko
2. Untuk mencegah terhadap resiko infeks
3. Melindungi tubuh dari infeksi
4. Mencegah
terjadinya infeksi pada klien
5. Untuk
perlindungan terhadap infeksi
6. Pengendalian infeksi
|
|
3.
|
Hambatan
mobilitas fisik (00085)
Definisi
:
Keterbatasan
pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri
dan terarah
Batasan karakteristik :
Ds
:
1.
Klien terganggu dengan matanya dan tidak
dapat beraktifitas seperti biasa
2.
Klien hanya melihat samar-samar
3.
Klien juga mengatakan menggunakan kaca
mata sejak 12 tahun lalu
Do
:
Pada
pemeriksaan oleh opthalmologist terlihat gambaran opaque
Faktor yang berhubungan :
Gangguan
persepsi sensorik (Penurunan ketajaman penglihatan)
|
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan
selama 3x24 jam , masalah klien dapat teratasi dengan kriteria hasil :
1.
Klien dapat mengidentifikasi aktivitas
atau situasi yang mengakibatkan hambatan mobilitas fisik
2.
Klien akan memperlihatkan pengguanaan
alat bantu secara benar dengan pengawasan
|
1. Kaji
kebutuhan terhadap alat bantu dalam melakukan aktivitas
2. Ajarkan
dan pantau pasien tentang penggunaan alat bantu mobilitas (tongkat, walker)
3. Bantu
pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktivitas
4. Batasi
rangsangan lingkungan (cahaya atau kebisingan)
5. Kolaborasi
: Konsultasi ke Opticion
|
1. Mempermudah
dalam melakukan aktivitas
2. Membantu
pasien dalm malakukan aktivitas
3. Untuk
mempermudah penyesuaian dalam melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan
4. Memfasilitasi
relaksasi
5. Untuk
pemakaian kaca mata
|
|
4.
|
Ansietas
(00146)
Defenisi : perasaan tidak nyaman atau
kekwatiran yang samar disertai respons autonom (sumbersering kali tidak
spesifik atau tidak diketahui oleh individu) , perasaan takut yang disebabkan
oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang
memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk
bertindak menghadapi ancaman.
Batasan karakteristik :
Ds
:
Opthalmologist
merencanakan dilakukan operasi setelah gula darah stabil
Do
:
Klien
bertanya tentang jenis makanan yang terbaik
bagi penyakitnya
Faktor
yang berhubungan :
Perubahan
dalam : status kesehatan
|
Setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam , masalah klien dapat teratasi dengan kriteria
hasil:
1.
Skor ansietas berada pada rentang ringan
atau tidak ada
2.
Pasien tetap dapat fokus malakukan
aktivitas yang dibutuhkan
3.
Pasien dapat mengumkapkan kebutuhan dan
perasaan negatif (cemas) secara tepat
|
1. Kaji tingkat kecemasan pasien termasuk
reaksi fisik
(Skala HARS)
2. Informasikan kepada pasien/keluarga pasien tentang gejala ansietas
3. Bantu
pasien untuk memfokuskan pada situasi saat ini
4. Dorong
pasien untuk menggunkapkan kecemasanya atau hal-hal yang membuat pasien
merasa cemas kepada perawat
5. Sediakan
lingkugan yang tenang dan kurangi rangsangan yang berlebihan
6. Kolaborasi : Pemberian obat untuk menurunkan ansietas,
jika perlu
|
1. Untuk
memudahkan dalam mengatai ansietas
2. Membantu pasien/keluarga dalam mengatasi dan mencegah terjadinya
ansietas yang beruang pada klien
3. Sebagai
cara untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan
4. Untuk
mengurangi ansietas
5. Mengurangi
ansietas (koping)
6. Menurukan ansietas
|
12. Buatlah implementasi dan evaluasi pada Tn. B ?
|
Hr/Tgl
|
Dx
|
Jam
|
Tindakan
|
Evaluasi
|
|
Selasa/08/04/ 2014
|
1
|
08.00
08.20
08.25
|
1. Mengidentifikasi faktor
yang mempengaruhi kebutuhan keamanan (defisit sensorik) dan faktor lingkungan
Hasil : Penurunan ketajaman penglihatan
menyebabkan aktivitas Tn. B terganggu
2. Menyediakan alat bantu dan jalan (seperti tongkat
dan walker).
Hasil : Tn. B tidak menggunakan tongkat
sebagai alat bantu
3. Mengintruksikan istri, anak /orang
terdekat klien, untuk
segera memanggil perawat jika butuh bantuan dengan menggunakan alat
pemantauan elektronik
Hasil : Istri, anak /orang
terdekat klien mengukuti intruksi dari perawat
4. Menginformasikan
pada istri, anak /orang terdekatnya
agar tidak melakukan perubahan yang tidak diperlukan di lingkungan
fisik (rumah, penataan furnitur)
Hasil : Penataan furniture di rumah Tn.
B tidak mengalami perubahan
5. Menginformasikan
kepada klien dan keluarga tentang hal-hal yang dapat beresiko /berpotensi
menimbulkan cedera bagi klien
Hasil : Yang menimbulkan cedera :
v Pencahayaan yang berlebihan saat
beraktivitas
v Perubahan
pada penetaan rumah
|
S
: Klien mengatak penglihatan tampak berkabut, fotophobia, diplopia an, dan
pandangannya lebih jelas pada malam hari
O
: Klien nampak terganggu dengan matanya
A
: Masalah belum teratasi
P
: Lanjutkan Intervensi
|
|
Selasa/08/04/ 2014
|
2
|
07.30
07.45
08.20
10.00
10.45
11.00
|
1. Memantau tanda gejala infeksi
(penampilan luka)
Hasil : Tidak terdapat infeksi dan luka
insisi (rencana operasi belum dilakukan) seperti edema, pus.
2. Mengkaji
faktor yang dapat meningkatkan kerentangan terhadap infeksi (usia lanjut)
Hasil : Usia lanjut (sistem imun klien
menurun) dan kebersihan personal (perkembangan bakteri dan virus)
3. Menginstruksikan untuk menjaga higiene personal
Hasil : Klien selalu menjaga kebersihan
diri seperti mandi.
4. Mempertahankan
teknik steri jika melakukan tindakan pada pasien
Hasil : Perawatan pada mata dengan
teknik steril (obat tetes mata).
5. Mengamati
penampilan praktik higiene personal
Hasil : Klien terlihat rapi dan bersih.
6. Kolaborasi : Memberikan
terapi antibiotik (bila
perlu)
Hasil : Klien tidak mendapat terapi
antibiotic.
|
S
: Klien mengatakan air matanya keluar terus-menerus
O
: Klien terlihat bersih dan rapi. Tidak nampak luka dan kemerah-merahan pada
mata klien.
A
: Masalah teratasi
P
: Pertahankan Intervensi
|
|
Kamis/10/04/ 2014
|
3
|
14.20
14.45
15.10
16.00
|
1.
Mengkaji kebutuhan terhadap alat bantu
dalam melakukan aktivitas
Hasil : Klien menggunakan kaca mata
dalam melakukan aktivitas
2.
Mengajarkan dan pantau pasien tentang
penggunaan alat bantu mobilitas (tongkat, walker)
Hasil : Klien mengerti cara penggunaan
walker yang baik dan tepat.
3.
Membantu pasien untuk mengidentifikasi
pilihan aktivitas
Hasil : Klien lebih memilih melakukan
aktivitas yang pencahayaannya kurang, seperti membaca buku.
4.
Membatasi rangsangan lingkungan (cahaya
atau kebisingan)
Hasil : Pencahayaan pada kamar klien di
batasi, khususnya siang hari.
5.
Kolaborasi : Mengkonsultasikan ke
Opticion
Hasil : Klien berkonsultasi ke Opticion
dengan keluhan penglihatan samar-samar, tidak dapat beraktivitas seperti biasa, dan
telah menggunakan kaca mata sejak 12 tahun lalu
|
S
: Klien mengatakan hanya melihat samar-samar,
tidak dapat beraktivitas seperti biasa, dan klien telah meggunakan
kaca mata sejal 12 tahun yang lalu
O
: Klien lebih memilih melakukan aktivitas yang kurang menggunakan pencahayaan
A
: Masalah belum teratasi
P
: Lanjutkan Intervensi 1, 3, 4, dan 5
|
|
Kamis/10/04/ 2014
|
4
|
14.10
14.40
16.00
18.00
|
1. Mengkaji tingkat kecemasan pasien termasuk
reaksi fisik
(Skala HARS)
Hasil : Klien terlihat gelisah dan
banyak bertanya
2. Menginformasikan kepada pasien/keluarga pasien tentang gejala ansietas
Hasil : Gejalah ansietas seperti
kurang/tidak focus, gelisah, menanyakan hal-hal yang sama berulang kali
3. Membantu
pasien untuk memfokuskan pada situasi saat ini
Hasil : Memberikan pengertian mengenai
keadaan mata klien saat ini dan tindakan apa yang harus di lakukan, seperti
pemeriksaan visus
4. Mendorong
pasien untuk menggunkapkan kecemasanya atau hal-hal yang membuat pasien
merasa cemas kepada perawat
Hasil : Klien sering bertanya mengenai
jenis makan yang terbaik bagi penyakitnya.
5. Menyediakan
lingkugan yang nyaman, tenang, dan kurangi rangsangan yang berlebihan
Hasil :
Keadaan kamar klien bersih, rapi, tenang, dan mendapat pencahayaan
yang baik.
6. Kolaborasi : Memberikan
obat untuk menurunkan ansietas, jika perlu
Hasil : Klien tidak diberi obat penurun
ansietas
|
S
: Klien bertanya mengenai jenis makanan yang terbaik bagi penyakitny
O
: Klien nampak tenang dan dapat focus pada kondisi saat ini
A
: Masalah teratasi
P
: Pertahankan Intervensi
|
Step 4 :
Peta
Konsep/Mapping
Daftar Pustaka
Herdman,
T. Heather. Diagnosa Keperawatan :
Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Ahli Bahasa : Made Sumaryati, Nike
Budhi Subekti ; Editor Edisi Bahasa Indonesia : Barrarah Barlid, Monica Ester,
Wari Praptiani. Jakarta : EGC, 2012.
Wilkinson,
Judith M. Buku Saku Diagnosa Keperawatan
: Diagnosa NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Alih Bahasa : Esty
Wahyuningsih ; Editor edisi Bahasa
Indonesia : Dwi Widiarti. Ed. 9. Jakarta : EGC.
Lestari.
Kamus Keperawatan. Penerbit : Buana
Press
Trithias
Anggun A. 2012. “Faktor-Faktor Yang Behubungan Dengan Katarak Degeneratif Di
RSUD Budhi Asih Tahun 2011” Skripsi. Sarjana Kesehatan Masyrakat Universitas
Indonesia Depok
Laporan Diskusi
Hari/Tanggal : Selasa
/ 08 April 2014
Jam : 08.00-09.10
Pembimbing : Ns.
Alia Andriany, S.Kep, M.Kes
Peserta : Kelompok
II (10 peserta/Hadir Semua)
Pertemuan : Pertama
Kegiatan : Tutorial
Kasus Katarak Step 1 Sampai 2
Ø Penjelasan
modul dan tata cara penyelesaian modul serta pembagian kelompok diskusi (ketua, sekertaris 1,
sekertaris 2, dan anggota diskusi)
Ø Diskusi
tutorian 1 dipimpin oleh mahasiswa yang dipilih menjadi ketua serta dipilih
menjadi sekertaris kelompok, dan difasilitasi oleh tutor.
Ø Membahas
scenario : klarifikasi istilah-istilah sulit, klarifikasi kata-kata kunci (step
1); menentukan masalah utama/problem kunci , membuat pertanyaan (step 2).
Hari/Tanggal : Sabtu
/ 12 April 2014
Jam : 09.00-13.00
Pembimbing : Ns.
Alia Andriany, S.Kep, M.Kes
Peserta : Kelompok
II (9 peserta/Hendra Supriato Tidak Hadir)
Pertemuan : Kedua
Kegiatan : Tutorial
Kasus Katarak Step 3
Ø Diskusi
tutorial 2 dipimpin oleh mahasiswa yang dipilih menjadi ketua serta dipilih
menjadi sekertaris kelompok yang difasilitasi oleh tutor.
Ø Jawab
pertanyaan penting (step 3) : melaporkan informasi hasil analisa dan jawaban
dari setiap pertanyaan pada step 2 melalui persentasi (PPT). Dan tutor menambah
serta memperjelas jawabab dari setiap mahasiswa.
Hari/Tanggal : Selasa
/ 15 April 2014
Jam : 12.00-14.30
Pembimbing : Ns.
Alia Andriany, S.Kep, M.Kes
Peserta : Kelompok
II (8 peserta/Fredyrikus Carlokum & Krispinus Daru
Tidak
Hadir)
Pertemuan : Ketiga
Kegiatan : Tutorial
Kasus Katarak Step 3 Sampai 7
Ø Diskusi
tutorial 3 dipimpin oleh mahasiswa yang dipilih menjadi ketua serta dipilih
menjadi sekertaris kelompok yang difasilitasi oleh tutor.
Ø Melanjutkan
menjawab pertanyaan penting (step 3) dari setiap pertanyaan pada step 2 melalui
persentasi (PPT). Dan tutor menambah serta memperjelas jawabab dari setiap
mahasiswa.
Ø Diskusi
dilanjutkan dengan buat peta konsep dari masalah yang dibahas pada scenario,
serta pertanyaan dan jawaban yang telah dibahas dari step 3 sampai step 7.