LAPORAN LENGKAP TUTORIAL
SISTEM ENDOKRIN
“CUSHING
SYNDROM”
Oleh :
Maria Immaculata C.B. Sevana Christina Mayaut
Zainuddin Pattiiha Krispinus Daru
Fatri Darmansyah Kristina Vinolia Febriana
Fredirikus Carlokum Hendranus Suprianto
Irmawati M. Valentina
Rumlus
PROGRAM
STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES GRAHA EDUKASI
MAKASSAR
STIKES GRAHA EDUKASI
MAKASSAR
2014
SKENARIO
Ny. A (34 tahun, 75 kg, 160 cm) datang ke rumah sakit di kirim oleh bidan dengan keteranga Pre Eklamsia. Ny. A mengeluh muka bengkak (moon face), badan lemah dan mudah lelah sejak 1 minggu terakhir. Badan sering gemetar sejak 1 tahun. Saat ini sedang hamil pertama dengan umur kehamilan 2 bulan. Selama rawat jalan dinyatakan menderita tekanan darah tinggi (terakhir 180/120 mmHg). Klien mengeluh matanya kabur sejak 1 bulan, rambut rontok sejak 2 tahun, punggung terasa nyeri dan sulit membungkuk, kaki sering bengkak, Nampak striae.
Hasil pemeriksaan fisik di peroleh data tekanan darah (TD) : 180/130 mmHg (normal 120/80 mmHg), Nadi : 88 x/menit (normal 60 – 100 x/menit), RR : 20 x/menit, Suhu Tubuh : 37 oC. Hasil pemeriksaan kimia klinik : GDP : 78 mg/dl, GD : 2 jam PP 232 mg/dl, Kortisol : 1297 nmol/l, dan ACTH : 5 pg/ml.
STEP 1
A. KLARIFIKASI ISTILAH-ISTILAH SULIT
1. Pre Eklamsia
Kejang yang tejadi pada wanita hamil yang disebabkan oleh hipertensi dengan tekanan darah 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu (akhir triwulan ke-2 sampai triwulan ke-3 atau bias lebih awal terjadi.
2. Striae
Guratan yang muncul bentuknya mirip garis-garis benekuk dipermukaan kulit dengan warna agak putih. Terkadang muncul juga rasa gatal disekitarnya. Guratan ini terjadi akibat peregangan kulit sejalan dengan membesarnya rahim dan dinding perut pada wanita hamil.
3. Kortisol
Salah satu hormone steroid dari korteks adrenal. Hormon ini terlibat dalam respon stress dan meningkatkan tekanan darah dan kadar gula darah. Normal urine : <250 nmol/l
4. ACTH (Adrenocorticotrophic)
Sebuah hormone yang disekresikan oleh kelenjar hipofise anterior dan bekerja menstimulasi pelepasan hormone kortikosteroid tertentu oleh korteks adrenal. Normal 80 pg/ml
5. GDP (Gula darah puasa)
Kadar gula darah pada waktu puasa 12-14 jam, yang ditunjukan untuk mendiagnosa diabetes melitus
B. KLARIFIKASI KATA-KATA KUNCI
1. Ny. A, usia 34 tahun, BB : 75 Kg, TB : 160 cm
2. Ny. A dating ke RS dikirim oleh bida dengan keterangan pre eklamsia
3. Ny. A mengeluh muka bengkak (moon face), badan lemah, dan mudah lelah sejak 1 minggu terakhir
4. Ny. A mengatakan badannya sering gemetar sejak 1 tahun
5. Ny. A sedang hamil pertama dengan umur kehamilan 2 bulan
6. Selama rawat jalan Ny. A dinyatkan menderita tekanan darah tinggi ( terakhir : 180/120 mmHg)
7. Ny. A mengeluh matanya kabur sejak 1 bulan, rambut rontok sejak 2 tahun, punggung terasa nyeri, dan sulit membungkuk
8. Kaki Ny. A sering bengkak dan Nampak striae
9. Hasil pemeriksaan fisik : TD : 180/130 mmHg
10. Hasil pemeriksaan kimia klinik : - GD : 2 jam PP 232 mg/dl
- Kortisol : 1297 nmol/l
- ACTH : 5 pg/ml
STEP 2.
C. MASALAH UTAMA.
“ SYNDROM CUSHING” (Tidak tergantung ACTH)
D. PERTANYAAN PENTING
1. Uraikan Anatomi dan fisiologi system endokrin !
2. Uraikan konsep medis dan konsep keperawatan syndrome cushing !
3. Uraikan patomekanisme terjadinya moon face pada Ny. A !
4. Uraikan patomekanisme terjadinya badan lemah dan mudah lelah pada Ny. A !
5. Uraikan patomekanisme terjadinya gemetar pada Ny. A !
6. Uraikan hubungan hipertensi dengan syndrome cushing !
7. Uraikan patomekanisme terjadinya visus (mata kabur) pada Ny. A !
8. Uraikan patomekanisme terjadinya striae pada Ny. A !
9. Uraikan patomekanisme terjadinya rambut rontok pada Ny. A !
10. Uraikan hubungan syndrome cushing dengan kehamilan !
11. Uraikan hubungan syndrome cushing dengan DM !
12. Jelaskan prosedur pemeriksaan kortisol dan ACTH !
13. Hasil interpretasi dari pemeriksaan kortisol dan ACTH !
14. Bagaimana cara membedakan syndrome cushing yang tidak tergantung ACTH dengan yang tergantung ACTH !
15. Buatlah askep kasus pada Ny. A !
STEP 3.
JAWABAN PERTANYAAN PENTING
1. Anatomi dan fisiologi system
Endokrin
Kelenjar
endokrin adalah organ-organ yang menghasilkan sekresi yang di sebut hormone
yang dialirkan secara langsung ke dalam aliran darah dan sel-sel glandular. Ada
beberapa fungsi endokrin diantaranya, yaitu :
1. Respon
terhadap stress atau cedera (melalui aksis hypothalamus-hipofisis-adrenal)
2. Pertumbuhan
dan perkembangan
3. Reproduksi
(melalui aksis hypothalamus-hipofisis-adrenal)
4. Metabolisme
energy (melalui hormone tiroid dan pengkreas)
5. Metabolisme
cairan dan elektrolit (melalui ADH, hormone aldosteron, dan paratiroid)
6. Respon
kekebalan tubuh
Hormone
merupakan derivate protein (glikoprotein, polipeptida atau amino) atau derivate
kolesterol (stroid).
Hypothalamus
adalah sebuah organ neuroendokrin kecil yang terletak
2). Konsep Medis dan Keperawatan Cushing
Syndrom
1.1.
Defenisi
Sindrom Cushing adalah suatu
keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik gabungan dari peninggian kadar
glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat terjadi
secara spontan atau karena pemberian dosis farmakologik senyawa –senyawa glukokortikoid.
(Sylvia A. Price; Patofisiologi, Hal.
1088).
1.2.
Etiologi
Sindrom
Cushing disebabkan oleh sekresi kortisol atau kortikosteron yang berlebihan,
kelebihan stimulasi ACTH mengakibatkan hyperplasia korteks anal ginjal berupa
adenoma maupun carcinoma yang tidak tergantung ACTH juga mengakibatkan sindrom
Cushing. Demikian juga hiperaktivitas hipofisis, atau tumor lain yang
mengeluarkan ACTH. Syndrome Cushing yang disebabkan tumor hipofisis disebut
penyakit Cushing. (buku ajar ilmu bedah, R. Syamsuhidayat, hal 945).
Sindrom
Cushing dapat diakibatkan oleh pemberian glukortikoid jangka panjang dalam
dosis farmakologik (latrogen) atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan pada
gangguan aksis hipotalamus-hipofise-adrenal (spontan) pada sindrom cusing
spontan, hiperfungsi korteks adrenal terjadi akibat ransangan belebihan oleh
ACTH atau sebab patologi adrenal yang mengakibatkan produksi kortisol abnormal. (Sylvia A. Price; Patofisiologi, hal 1091)
1.3.
Patofisiologi
Telah dibahas diatas bahwa penyebab sindrom cishing
adalah peninggian kadar
glukokortikoid dalam darah yang menetap.
Untuk lebih memahami manifestasi klinik sindrom chusing, kita perlu membahas
akibat-akibat metabolik dari kelebihan glikokorikoid.
ü Korteks adrenal mensintesis dan
mensekresi empat jenis hormon:
a. Glukokortikoid. Glukokortikoid
fisiologis yang disekresi oleh adrenal manusia adalah kortisol.
b. Mineralokortikoid. Mineralokortikoid
yang fisiologis yang diproduksi adalah aldosteron.
c.
Androgen.
d. Estrogen
ü Kelebihan glukokortikoid dapat
menyebabkan keadan-keadaan seperti
dibawah ini:
1.Metabolisme protein dan karbohidrat.
Glukokortikoid
mempunyai efek katabolik dan antianabolik pada protein, menyebabkan menurunnya
kemampuan sel-sel pembentk protein untuk mensistesis protein, sebagai akibatnya
terjadi kehilangan protein pada jaringan seperti kulit, otot, pembuluh darah,
dan tulang.
Secara
klinis dapat ditemukan:
a. Kulit mengalami atropi dan mudah
rusak, luka-luka sembuh dengan lambat.
b.Ruptura serabut-serabut elastis pada
kulit menyebabkan tanda regang pada kulit
berwarna ungu (striae).
c. Otot-otot mengalami atropi dan
menjadi lemah.
d.Penipisan dinding pembuluh darah dan
melemahnya jaringan penyokong vaskule menyebabkan mudah tibul luka memar.
e. Matriks protein tulang menjadi rapuh
dan menyebabkan osteoporosis, sehingga dapat dengan mudah terjadi fraktur
patologis.
f. Metabolisme karbohidrat
dipengaruhi dengan meransang
glukoneogenesis dan menganggu kerja insulin pada sel-sel perifer, sebagai
akibatnya penderita dapat mengalami hiperglikemia.
g.Pada seseorang yang mempunyai
kapasitas produksi insulin yang normal, maka efek dari glukokortikoid akan
dilawan dengan meningkatkan sekresi insulin untuk meningkatkan toleransi
glukosa.
h.Sebaliknya penderita dengan
kemampuan sekresi insulin yang menurun tidak mampu untuk mengkompensasi keadaan
tersebut, dan menimbulkan manifestasi klinik DM.
2.Distribusi jaringan adiposa.
a)Distribusi jaringan adiposa
terakumulasi didaerah sentral tubuh.
b) Obesitas.
c)Wajah bulan (moon face).
d) Memadatnya fossa supraklavikulare
dan tonjolan servikodorsal (punguk bison).
e)Obesitas trunkus dengan ekstremitas
atas dan bawag yang kurus akibat atropi otot memberikan penampilan klasik
perupa penampilan Chusingoid.
3.Elektrolit
Efek minimal pada elektrolit serum.
Kalau diberikan
dalam kadar yang terlalu besar dapat
menyebabkan retensi natrium dan pembuangan kalium. Menyebabkan edema,
hipokalemia dan alkalosis metabolik.
4.
Sistem kekebalan
Ada
dua respon utama sistem kekebalan; yang pertama adalah pembentukan antibody
humoral oleh sel-sel plasma dan limfosit B akibat ransangan antigen yang
lainnya tergantung pada reaksi-reaksi yang diperantarai oleh limfosit T yang
tersensitasi.
Glukokortikoid
mengganggu pembentukan antibody humoral dan menghabat pusat-pusat germinal
limpa dan jaringan limpoid pada respon primer terhadap anti gen.
Gangguan respon imunologik dapat
terjadi pada setiap tingkatan berikut ini:
a. Proses pengenalan antigen awal oleh
sel-sel sistem monosit makrofag.
b. Induksi dan proleferasi limfosit
imunokompeten.
c. Produksi anti bodi.
d. Reaksi peradangan.
e. Menekan reaksi hipersensitifitas
lambat.
5.
Sekresi lambung
a. Sekeresi asam lambubung dapat
ditingkatkan.
b. Sekresi asam hidroklorida dan pepsin dapat
meningkat.
c. Faktor-faktor protekitif mukosa
dirubah oleh steroid dan faktor-faktor ini dapat mempermudah terjadinya tukak.
6. Fungsi
otak
Perubahan psikologik terjadi karena
kelebihan kortikosteroid, hal ini ditandai dengan oleh ketidak stabilan
emosional, euforia, insomnia, dan episode depresi singkat.
7.Eritropoesis
Involusi jaringan limfosit,
ransangan pelepasan neutrofil dan peningkatan eritropoiesis. Namun secara
klinis efek farmakologis yang bermanfaat
dari glukokortikoid adalah kemampuannya untuk menekan reaksi peradangan. Dalam
hal ini glukokortikoid:
ü Dapat menghambat hiperemia, ekstra
vasasi sel, migrasi sel, dan permeabilitas kapiler.
ü Menghambat pelapasan kiniin yang
bersifat pasoaktif dan menkan fagositosis.
ü Efeknya pada sel mast; menghambat
sintesis histamin dan menekan reaksi anafilaktik akut yang berlandaskan
hipersensitivitas yang dperantarai anti
bodi.
ü Penekanan peradangan sangat
deperlukan, akan tetapi terdapat efek anti inflamasi yang merugikan penderita.
Pada infeksi akut tubuh mungkin tidak mampu melindungi diri sebagai layaknya
sementara menerima dosis farmakologik. (Sylvia A. Price; Patofisiologi, hal 1090).
1.4.
Manifestasi
Klinis
· Manifestasi klinik yang sering
ditemukan pada pasien dengan sindrom cushing antaralain:
ü Obesitas sentral.
ü Gundukan lemak pd punggung.
ü Muka bulat (moon face).
ü Striae.
ü Berkurangnya massa otot &
kelemahan umum.
· Tanda lain yg ditemukan pd Syndrom
cushing seperti:
ü Atripi/ kelemahan otot sektermitas.
ü Hirsutisme (kelebihan bulu pada
wanita).
ü Ammenorrhoe.
ü Impotensi.
ü Osteoporosis.
ü Akne.
ü Edema.
ü Nyeri kepala, mudah memar dan
gangguan penyembuhan luka.
1.5.
Pemeriksaan Penunjang
a.
CT scan à
Untuk menunjukkan pembesaran adrenal pada kasus sindro cushing.
b. Photo scanning.
c. Pemeriksaan adrenal mengharuskan
pemberian kortisol radio aktif secara intravena.
d. Pemeriksaan elektro kardiografi à
Untuk menentukan adanya hipertensi (endokrinologi edisi hal 437).
e. Uji supresi deksametason.
Mungkin
diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis peyebab sindrom cushing
tersebut, apakah hipopisis atau adrenal.
f. Pengambilan sampele darah.
Untuk menentukan adanya varyasi diurnal yang normal pada
kadar kortisol, plasma.
g. Pengumpulan urine 24 jam.
Untuk memerikasa kadar 17 – hiroksikotikorsteroid serta 17 –
ketostoroid yang merupakan metabolik kortisol dan androgen dalam urine.
1.6.
Penatalaksanaan
Pengobatan
tergantung pada ACTH yg tidak seragam. Apakah sumber ACTH ad hipofis atau
ektopik.
a. Jika dijumpai tumor hipofisis.
Sebaiknya diusahakan reseksi tumor transfenoidal.
b. Jika terdapat bukti hiperfungsi
hipofisis namun tumor tidak dapat ditemukan maka sebagai gantinya dapat
dilakukan radiasi kobait pada kelenjar hipofisis.
c. Kelebihan kortisol juga dapat
ditanggulangi dg adrenolektomi total dan
diikuti pemberian kortisol dosis fisiologik.
d. Bila kelebihan kortisol disebabkan
o/ neoplasma disusul kemoterapi pada penderita dengan karsinoma/ terapi
pembedahan.
e. Digunakan obat dengan jenis
metyropone, amino gluthemideo, p-ooo yang bisa mensekresikan kortisol (
Patofisiologi Edisi 4 hal 1093 ).
1.7.
Pencegahan
Untuk mengatasi
gejala akibat hiperandrogen, dengan cara memberikan obat yang berpotensi
antiandrogenik, seperti Cyproterone acetate (CPA).
Dalam tubuh, CPA
bekerja secara kompetitif mengikat reseptor androgen, sehingga menurunkan kadar
androgen bebas, mengurangi produksi minyak pada kulit, dan mencegah timbulnya
masalah kulit.
1.8.
Komplikasi
ü Diabetes Militus.
ü Hipertensi.
ü Osteoporosis.
ü Krisis Addisonnia
ü Efek yang
merugikan pada aktivitas koreksi adrenal
1.9.
Penyimpangan
KDM
2. Konsep
Keperawatan
2.1 Pengkajian
ü Aktivitas/ istirahat .
Gejala : Insomnia, sensitivitas,
otot lemah, gg koordinasi, kelelahan berat. Tandanya : atrofi otot.
ü Sirkulasi .
Gejala: Palpitasi, nyeri dada
(angina).
Tandanya: Distritnia, irama gallop,
mur-mur, takikardia saat istirahat.
ü Eliminasi.
Gejala: Urine dlm
jumlah banyak, perubahan dlm feces: diare.
ü Itegritas ego
Gejala : Mengalami
stres yang berat baik emosional maupun fisik..
Tandanya : Emosi
letal, depresi.
ü Makanan atau cairan
Gejala :
Kehilangan berat badan yang mendadak, mual dan muntah.
ü Neorosensori
Gejala : Bicara cepat dan parau, gangguan status mental dan prilaku seperti binggung, disorientasi, gelisa, peka rangsangan, delirium.
Gejala : Bicara cepat dan parau, gangguan status mental dan prilaku seperti binggung, disorientasi, gelisa, peka rangsangan, delirium.
ü Pernafasan
Tandanya : Frekuensi pernafasan meningkatan, takepnia dispnea.
Tandanya : Frekuensi pernafasan meningkatan, takepnia dispnea.
ü Nyeri atau kenyamanan
Gejala : Nyeri
orbital, fotobia.
ü Keamanan
Gejala : Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan tandanya suhu meningkat diatas 37,40CC, retraksi, iritasi pada kunjungtiva dan berair.
Gejala : Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan tandanya suhu meningkat diatas 37,40CC, retraksi, iritasi pada kunjungtiva dan berair.
ü Seksualitas
Tandanya : Penurunan libido, hipomenoria, amenoria dan impoten.
Tandanya : Penurunan libido, hipomenoria, amenoria dan impoten.
Komplikasi
1. Krisis
Addison.
2.
Efek yang merugikan pd aktivitas korteks adrenal.
3.
Patah tulang akibat osteoporosis.
Penilaian Nyeri Berdasarkan PQRST
P :
Provokatif / Paliatif
Apa kira-kira Penyebab timbulnya rasa
nyeri…? Apakah karena terkena ruda paksa / benturan..? Akibat penyayatan..?
dll.
Q : Qualitas / Quantitas
Seberapa berat keluhan nyeri terasa..?.
Bagaimana rasanya..?. Seberapa sering terjadinya..? Ex : Seperti tertusuk,
tertekan / tertimpa benda berat, diris-iris, dll.
R :
Region / Radiasi
Lokasi dimana keluhan nyeri tersebut
dirasakan / ditemukan..? Apakah juga menyebar ke daerah lain / area
penyebarannya..?
S :
Skala Seviritas
Skala kegawatan dapat dilihat menggunakan
GCS ( Baca : Cara Mengukur GCS (Glasgow’s Coma Scale) untuk gangguan kesadaran, skala nyeri /
ukuran lain yang berkaitan dengan keluhan.
T :
Timing
Kapan
keluhan nyeri tersebut mulai ditemukan / dirasakan..? Seberapa sering keluhan
nyeri tersebut dirasakan / terjadi…? Apakah terjadi secara mendadak atau
bertahap..? Acut atau Kronis..?
2.2.
Diagnosa
Keperawatan
1. Resiko cedera dan infeksi b/d
kelemahan dan perubahan metabolisme protein serta respon inflamasi
2. Defisit perawatan diri; kelemahan
perasaan mudah lelah, atropi otot dan perubahan pola tidur.
3. Gangguan integritas kulit b/d edema,
gangguan kesembuhan dan kulit yg tipis serta rapuh.
4. Gangguan citra tubuh b/d perubahan
penampilan fisik, gangguan fungsi seksual dan penurunan tingkat aktivitas.
5. Gangguan proses berpikir b/d
fluktuasi emosi, iritabilitas dan depresi.
6. Nyeri berhubungan dengan
perlukaan pada mukosa lambung.
7.Resiko
infeksi b.d penurunan respon imun, respon inflamasi.
2.3.
Intervensi
Keperawatan
1. Dx : Resiko cedera dan infeksi b/d
kelemahan dan perubahan metabolisme protein serta respon inflamasi.
·
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 x 24 jam Klien tidak mengalami
cidera setelah dilakukan intervensi.
·
Kriteria
Hasil : - Cedera jaringan lunak (-), Fraktur (-), Ekimosis (-) Kelemahan (-)
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
ü
Ciptakan
lingkungan yang protektif / aman.
|
ü
Lingkungan
yang protektif dapat mencegah jatuh, fraktur dan cedera lainnya pada tulang
dan jaringan lunak.
|
|
ü
Bantu
klien saat ambulansi
|
ü
Kondisi
yang lemah sangat beresiko terjatuh / terbentur saat ambulasi
|
|
ü
Berikan
penghalang tempat tidur / tempat tidur dengan posisi yang rendah
|
ü
Menurunkan kemungkinan adanya trauma
|
|
ü Anjurkan
kepada klien untuk istirahat secara adekuat dengan aktivitas yang sedang
|
ü
Memudahkan
proses penyembuhan
|
|
ü
Anjurkan
klien untuk diet tinggi protein, kalsium dan vitamin D
|
ü
Untuk
meminimalkan pengurangan massa otot
|
|
ü
Kolaborasi
pemberian obat-obatan seperti sedative
|
ü
Dapat
meningkatkan istirahat
|
2. Dx : Defisit perawatan diri; kelemahan
perasaan mudah lelah, atropi otot dan perubahan pola tidur.
· Tujuan
: Setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam Klien menunjukkan perawatan diri yang maksimal.
· Kriteria Hasil : - Kelemahan (-),
Keletihan (-), Klien ikut serta dalam aktivitas perawatan diri, Klien
mengalami peningkatan dalam perawatan diri, Klien bebas dari komplikasi
imobilitas.
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
ü
Kaji
kemampuan klien dalam melakukan aktivitas perawatan diri.
|
ü
Dapat
mengetahui kemampuan klien dan memudahkan intervensi selanjutnya.
|
|
ü Bantu klien dalam melakukan aktivitas perawatan diri.
|
ü
Pemenuhan
kebutuhan perawatan diri klien.
|
|
ü
Libatkan
keluarga dalam aktivitas perawatan diri klien.
|
ü
Keluarga
merupakan orang terdekat dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri klien.
|
|
ü Rencanakan
aktivitas dan latihan klien.
|
ü
Istirahat
klien tidak terganggu dengan adanya aktivitas dan latihan yang terencana.
|
|
ü
Berikan
dorongan untuk melakukan perawatan diri kepada klien dan atur aktivitasnya.
|
ü
Dapat mencegah
komplikasi imobilitas.
|
|
ü
Ciptakan
lingkungan yang tenang dan nyaman
|
ü
Lingkungan
yang tenang dan nyaman dapat menaikan istirahat dan tidur.
|
3. Dx : Gangguan integritas kulit b/d
edema, gangguan kesembuhan dan kulit yang tipis serta rapuh.
· Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam Klien
menunjukkan integritas kulit kembali utuh setelah dilakukan tindakan keperawatan.
· Criteria Hasil : Penipisan kulit
(-), Petechie (-), Ekimosis (-), Edema pada ekstremitas (-), Keadaan kulit baik
dan utuh, Striae (-)
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
ü
Kaji ulang keadaan kulit klien
|
ü
Mengetahui
kelainan / perubahan kulit serta untuk menentukan intervensi selanjutnya
|
|
ü Ubah
posisi klien tiap 2 jam
|
ü
Meminimalkan
/ mengurangi tekanan yang berlebihan didaerah yang menonjol serta melancarkan
sirkulasi
|
|
ü
Hindari
penggunaan plester
|
ü
Penggunaan
plester dapat menimbulkan iritasi dan luka pada kulit yang rapuh
|
|
ü Berikan
lotion non alergik dan bantalan pada tonjolan tulang dan kulit
|
ü
Dapat
mengurangi lecet dan iritasi
|
4. Dx : Gangguan citra tubuh b/d
perubahan penampilan fisik, gangguan fungsi seksual dan penurunan tingkat
aktivitas.
· Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam Klien menunjukkan gambaran diri yang positif setelah
dilakukan
· Kriteria Hasil : Klien dapat
mengekspresikan perasaanya terhadap perubahan
penampilannya, Klien dapat mengutarakan
perasaannya tentang perubahan sexual, Klien dapat
menyebutkan tanda dan gejala yang terjadi selama pengobatan, Klien dapat melakukan personal hygine setiap hari.
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
ü
Ciptakan
lingkungan yang kondusif dengan klien mengenai perubahan body image yang
dialami
|
ü
Lingkungan
yang kondusif dapat memudahkan klien untuk mengungkapkan perasaannya
|
|
ü Beri penguatan terhadap mekanisme koping yang positif
|
ü
Membantu
klien dalam meningkatkan dan mempertahankan kontrol dan membantu
mengembangkan harga diri klien
|
|
ü
Berikan
informasi pada klien mengenai gejala yang berhubungan dengan pengobatan
|
ü
Dengan
diberikan penjelasan tersebut, klien dapat menerima perubahan pada dirinya
|
|
ü Beri dukungan pada klien dan jadilah pendengar yang
baik
|
ü
Memberikan
dukungan dapat memotivasi klien untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar
|
|
ü Kolaborasi dengan ahli psikolog
|
ü Pasien mungkin membutuhkan dukungan selama berhadapan
dengan proses jangka panjang ketidakmampuan
|
5. Dx : Gangguan proses berpikir b/d
fluktuasi emosi, iritabilitas dan depresi.
· Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam Klien menunjukkan Tidak terjadi perubahan proses pikir.
· Kriteria Hasil : Klien
mempraktekkan teknik relaksasi, Klien mendiskusikan perasaannya dengan mudah,
Klien dapat berorientasi terhadap lingkungan.
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
ü
Orientasikan
pada tempat, orang dan waktu
|
ü
Dapat
menolong mempertahankan orientasi dan menurunkan kebingungan.
|
|
ü Tetapkan
jadwal perawatan rutin untuk memberikan waktu istirahat yang teratur.
|
ü
Menaikkan
orientasi dan mencegah kelelahan yang berlebihan.
|
|
ü
Anjurkan
klien untuk melakukan perawatan diri sendiri sesuai kemampuan.
|
ü
Mempertahankan
orientasi pada lingkungan.
|
|
ü Ajarkan teknik relaksasi.
|
ü
Teknik
relaksasi dapat mempengaruhi proses pikir, sehingga klien dapat lebih tenang.
|
|
ü Berikan
tindakan yang stabil, terang dan tidak menimbulkan stress.
|
ü Tindakan yang stabil, tenang dan tidak menimbulkan
stress memperbaiki proses pikir.
|
6. Dx : Nyeri berhubungan dengan perlukaan pada mukosa
lambung.
· Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri klien
berkurang.
· Kriteria Hasil
: Klien
mengatakan nyeri hilang/berkurang, menunjukkan postur tubuh rileks dan mampu
tidur dengan tepat.
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
ü Catat keluhan nyeri, lokasi, lamanya, intensitas (skala
0-10)
|
ü
Nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada
harus dibandingkan dengan gejala nyeri pasien.
|
|
ü
Kaji ulang faktor yang meningkatkan dan
menurunkan nyeri
|
ü
Membantu
dalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi.
|
|
ü Berikan
makan sedikit tapi sering sesuai indikasi untuk pasien
|
ü
makanan mempunyai efek penetralisir asam,
juga menghancurkan kandungan gaster. Makanan sedikit mencegah distensi dan
haluaran gaster.
|
|
ü Berikan
obat sesuai indikasi. Misalnya, antasida.
|
ü menurunkan
keasaman gaster dengan absorbsi atau dengan menetralisir kimia
|
7. Dx :
Resiko infeksi b.d penurunan respon imun, respon inflamasi.
· Tujuan
: Setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan intervensi.
· Kriteria Hasil : Tanda-tanda
infeksi (tumor, calor, dolor, rubor, fungsio laesa) tidak ada, Suhu normal :
36,5-37,1˚C, Hasil lab :
Leukosit : 5000-10.000 gr/dL.
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
ü
Kaji tanda-tanda infeksi
|
ü
Adanya tanda-tanda infeksi (tumor, rubor,
dolor, calor, fungsio laesa) merupakan indicator adanya infeksi
|
|
ü
Ukur TTV setiap 8 jam
|
ü
Suhu yang meningkat merupakan indicator
adanya infeksi
|
|
ü
Cuci
tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan
|
ü
Mencegah timbulnya infeksi silang
|
|
ü Batasi
pengunjung sesuai indikasi
|
ü
Mengurangi pemajanan terhadap patogen
infeksi lain
|
|
ü
Tempatkan
klien pada ruang isolasi sesuai indikasi
|
ü Tehnik
isolasi mungkin diperlukan untuk mencegah penyebaran / melindungi pasien dari
proses infeksi lain Kolaborasi
|
|
ü
Pemberian antibiotik sesuai indikasi
|
ü
Terapi antibiotik untuk mengurangi resiko
terjadinya infeksi nosokomial
|
|
ü
Pemeriksaan lab (Leukosit)
|
ü
Leukosit
meningkat indikasi terjadinya infeksi
|
2.4.
Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai intervensi yang disesuaikan
dengan kondisi klien.
2.5.
Evaluasi
1. Menurunkan resiko cedera dan infeksi
a. Bebas fraktur atau cedera jaringan
lunak.
b. Bebas daerah ekimosis.
c. Tidak mengalami kenaikan suhu,
kemerahan, rasa nyeri ataupun tanda-tanda lain infeksi serta inflamasi.
2. Meningkatkan partisipasi dalam
aktivitas perawatan mandiri.
a. Merencanakan aktivitas perawatan dan
latihan untuk memungkinkan periode istirahat.
b. Melaporkan perbaikan perasaan sehat.
c. Bebas komplikasi mobilitas.
3. Mencapai/mempertahankan integritas
kulit.
a. Memiliki kulit yang utuh tanpa ada
bukti adanya luka atau infeksi.
b. Menunjukkan bukti berkurangnya edema
pada ekstremitas dan badan.
c. Mengubah posisi dengan sering dan
memeriksa bagian kukit yang menonjol setiap hari.
4. Mencapai perbaikan citra tubuh.
a. Mengutarakan perasaan tentang
perubahan penampilan, fungsi seksual dan tingkat aktivitas.
b. Mengungkapkan kesadaran bahwa
perubahan fisil merupakan akibat dari pemberian kortikosteroid yang berlebihan.
5. Proses pikir klien kembali normal.
6. Klien
toleransi terhadap aktivitas.
7. Infeksi
tidak terjadi.
3). Hubungan
Patomekanisme Terjadinya Moon
Face dengan Sindrom Cushing !
Cushing
Syndrome atau sindrom cushing adalah gangguan hormonal yang
disebabkan oleh paparan berkepanjangan akibat hormone kotisol yang tinggi.
Pada
sindrom cushing, kadar kortikosteroid berlebihan, biasanya dari produksi
berlebihan pada kelenjar adrenal.
Penyebab
cushing sindrom adalah peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang
menetap.
ü Glukokortikoid
fisiologis yang disekresi oleh adrenal manusia adalah kortisol.
Kelebihan
glukokortikoid dapat menyebabkan keadan-keadaan seperti : Distribusi jaringan
adiposa Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral tubuh
Obesitas Wajah bulan (moon face). Memadatnya fossa supraklavikulare dan
tonjolan servikodorsal (punguk bison), Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas
dan bawah yang kurus akibat atropi otot memberikan penampilan klasik perupa
penampilan Chusingoid.
4). Uraikan patomekanisme badan lemah dan mudah lelah ?
Kelemahan
dan lemas, terjadi gangguan tidur karena terjadi perubahan sekresi kortisol
diurnal.
Sekresi
diurnal adalah pola yang naik dan turun dalam periode 24 jam. Kortisol adalah
contoh hormon diurnal. Kadar kortisol meningkat pada pagi hari dan turun pada
malam hari.
Pada
penderita ini, pada pagi hari kartisolnya meningkat sehingga mudah lelah dan
sering mengantuk sedangkan pada malam hari kartisolnya munurun sehingga
penderita tidak mudah lelah dan sering begadang.
Tanpa tergantung dari penyebabnya, mekanisme umpan
balik normal untuk mengendalikan fungsi korteks adrenal menjadi tidak efektif
atau pola sekresi diurnal kortisol yang normal akan menghilang. Tanda dan gejala Sindrom Cushing terutama terjadi
sebagai akibat dari sekresi glukokortikoid dan adrogen (hormon seks) yang
berlebihan, meskipun sekresi mineralokortikoid juga dapat terpengaruh.
5). Patomekanisme Badan Gemetar Pada Ny. A
Pada
penderita Syndrom Cushing, mengalami kelebihan glukokortikoid yang menyebabkan
gangguan metabolisme protein dan karbohidrat yang mengakibatkan efek katabolic
dan anabolik. Sehingga, terjadinya penurunan kemampuan sel pembantuk protein
(seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan tulang).
Penurunan
kemampuan sel tersebut menyebabkan matriks protein tulang menjadi rapuh,
sehingga melongarkan sendi dan ligament melalui tulang pungguang dan tulang
belakang. Hal ini menyebabkan badan menjadi kurang stabil dan terjadi reabsobsi
tulang sehingga terjadi gemetar.
6). Hubungan Hipertensi Dengan Sindrom Cushing
Tekanan Darah adalah
kekuatan yang ditimbulkan oleh jantung yang berkontraksi seperti pompa,
sehingga darah terus mengalir dalam pembuluh darah. Kekuatan itu mendorong
dinding pembuluh arteri atau nadi.
Hipertensi
merupakan peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg.
Cushing
Syndrome atau sindrom cushing adalah gangguan hormonal yang
disebabkan oleh paparan berkepanjangan akibat hormone kotisol yang tinggi. Gangguan
ini juga sering disebut dengan hypercortisolism (Sylvia, 2006).
Kortisol merupkan salah satu hormon steroid dari korteks adrenal. Hormon ini
terlibat dalam respon stress dan meningkatkan tekanan darah.
Patofisiologi
Hipertensi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi
pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda
spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks
dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf
pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Pada saat bersamaan sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi
epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokontriktor pembuluh
darah. Yang akhirnya menyebabkan respon peningkatan tekanan darah.
Hubungan Hipertensi dengan Sindrom Cushing yaitu
karena
peningkatan hormon kortisol. Hormon ini terlibat dalam respon stress. Apabila
stres berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang
menetap (Pickering, 1999). Selain itu, peningkatan kortisol tentang efek
vasoconstrictive epinefrin juga menyebabkan Hipertensi (Hipertensi persisten)
7). Patomekanisme Terjadinya Mata
kabur dengan Sindrom Cushing
Cushing
Syndrome adalah penyakit yang diakibatkan oleh aktivitas
adrenokortikal yang berlebihan. Pada sindrom cushing, kadar kortikosteroid
berlebihan, biasanya dari produksi berlebihan pada kelenjar adrenal.
Sindrom
cushing dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme, yang mencakup tumor kelenjar
hipofisis yang menghasilkan ACTH dan menstimulasi korteks adrenal untuk
meningkatkan sekresi hormonnya meskipun hormon tersebut telah diproduksi dengan
jumlah yang adekuat.
Akibat
dari tumor hipofisis, menyebabkan terjadi gangguan visual karena tekanan pada
khiasma optikus. Sehingga, menyebabkan pandangan atau penglihatan kabur (visus
atau penurunan ketajaman penglihatan)
8). Kerontokan rambut
Sindrom Cushing adalah
suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik gabungan dari peninggian
kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat
terjadi secara spontan atau karena pemberian dosis farmakologik senyawa-senyawa
glukokortikoid (Sylvia A. Price; Patofisiolgi, hal. 1088).
Sindrom Cushing disebabkan
oleh sekresi kortisol atau kortikosteron yang berlebihan, kelebihan stimulasi
ACTH mengakibatkan hiperplasia korteks anal ginjal berupa adenoma maupun
carsinoma yang tidak tergantung ACTH juga mengakibatkan sindrom cushing.
Kortisol,
yang merupakan hormon stres utama, diproduksi di korteks adrenal. Meskipun
membantu dalam manajemen stres, sekresi berlebihan kortisol dapat memiliki
dampak negatif pada kesehatan.
Stres
menyebabkan rambut rontok lebih cepat. Hormon yang dilepaskan tubuh selama
stres mempengaruhi penyerapan vitamin B yang dibutuhkan untuk pigmentasi. Stres
juga menyebabkan alopesia yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Alopesia akan
merontokkan segumpal rambut di kepala sehingga menimbulkan kebotakan kecil.
Selain
menangani stres, mengasup suplemen B-kompleks membantu mengatasi masalah
uban prematur. Adapun alopesia dapat diobati dengan berbagai cara,
termasuk steroid atau terapi sinar UV. Namun pada beberapa kasus, rambut akan
tumbuh secara alami.
Stress
juga sering mengakibatkan kerontokan rambut. Stres yang berkepanjangan memaksa
hormon tubuh termasuk hormon di bagian kepala menyebabkan ketegangan dan
membuat akar rambut menjadi rapuh dan menyebabkan kerontokan rambut.
9). Patomekanisme
Terjadinya Striae dengan Sindrom Cushing
Striae merupakan
jaringan parut pada paha dan abdomen yang di sebabkan oleh peregangan dermis
dan ruptur serat elastis ketika terjadi pembesaran abdomen seperti pada
kehamilan, tumor, dan asites. Juga terlihat pada penyakit cushing dan sebagai
efek samping terapi glikokortikoid.
Sindrom cushing adalah
kumpulan gejala penyakit yang menyebabkan gangguan hormonal yang disebabkan
kortisol plasma berlebihan dalam tubuh (hiperkortisolisme), baik oleh pemberian
glukokortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik (iatrogen ) atau oleh
sekresi kortisol yang berlebihan akibat gangguan aksis hipotalamus -
hipofisis adrenal ( Spontan ).
ü Glukokortikoid adalah
golongan hormon steroid yang memberikan pengaruh terhadap metabolisme nutrisi.
ü Glukokortikoid
fisiologis yang disekresi oleh adrenal manusia adalah kortisol. Kelebihan
glukokortikoid dapat menyebabkan keadan-keadaan seperti , metabolisme protein
dan karbohidrat terganggu.
Glukokortikoid
mempunyai efek katabolik dan antianabolik pada protein, menyebabkan menurunnya kemampuan
sel-sel pembentuk protein untuk mensistesis protein, sebagai akibatnya terjadi
kehilangan protein pada jaringan seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan
tulang.
Secara
klinis dapat ditemukan: Kulit mengalami atropi dan mudah rusak, luka- luka sembuh
dengan lambat. Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda
regang pada kulit berwarna ungu (striae).
10). APA HUBUNGAN
SINDROM CUSHING DENGAN KEHAMILAN
PADA Ny. A
Sindrom cushing merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan keadaan
akibat peningkatan kosentrasi glikortikoid di sirkulasi darah.
Pada awal kehamilan hormon tiroksin akan pindah ke janin
sehinnga terjadi hipotiroidisme janin.proses akan terjadi selama kehamilan .
Hormon tiroid diperluhkan untuk perkembangan otak dan
fungsi mental normal.selain kadar hormon total ataupun terikat kosentrasi
Thyroid-biding globulin (TBG) serum darah juga akan meningkat secara bermakna.
Akibat
rangsangan tirod,karena adanya aktivitas silang dari hormon Chorionic
gonadotropin yang lemah,maka awal kehamilan
aktivitas tirotropin akan menurun
, sehingga tidak dapat melalui sawar palasenta.Pada kehamila 12 minggu pertama
kadar hormon akan mencapai puncaknya dan
kadar tiroksin bebas akan meningkat dan
akan menekan kadar tirotropin sehingga
tirotropin releasing hormon THR tidak dapat terdeteksi dalam serum
darah .
Berbeda dengan
trimester pertama, pada
pertengahan kehamilan walaupun serum
THR janin tidak meningkat tetap dapat
terdeteksi. Pada
kehamilan terjadi peingkatan serum kortisol akibat dari peningkatan
produksi kortisol dan peningkatan kadar kortisol yang terikat globulin. Dalam
suatu pnelitian terdapat 15 wanita denan kehamilan normal,rata-rata kadar
kortisol bebas pada trimester 111. Kehamilan merupakan 350 nmol/jam atau berkisar 188-696
nmol/jam (wallace,1996).
Terjadinya kehamilan pada sindrom cushing cukup jarang karena adanya efek supresi dari
hiperkortisolisme dan hiperandrogenisme pada fungsi reproduksi wanita yang menyebakan gangguan
ovulasi dan infertilitas. Adenoma kelenjar adrena merupakan penyebab dari 46 %
kasus sindroma cushing dengan kehamilan. Hal ini berbeda dengan kondisi tanpa kehamilan , dimana
hanya 5-15 % kasus di sebabkan oleh
adenoma kelenjar adrenal (Lado-Abeal
1998,Ayala 2000).
Lebih dari 100 kasus kehamilan dengan sindroma cushing telah di laporkan
hingga saat ini 2,13 penyebab sindroma
cushing pada kehamilan antara lain 45-50% karena adenoma
adrenal ,30% adenoma pituitari ,10 % karsinoma adrenal dan 2%
sindroma ACTH Ektopik.
Penyebab yang terakhir ini jarang di dapatkan pada wanita hamil karena sindroma ACTH
Ektropik ditemukan pada penderita rata-rata usia 53 tahun hal ini karena adanya
tranfer plasenta yang minimal.
11). APA HUBUNGAN
SINDROM CUSHING DENGAN DM PADA Ny. A
Sindrom cushing merupakan keadaan yang diakibatkan karena peningkatan kosentrasi glikortikoid di sirkulasi darah.
Glukokortikoid adalah
golongan hormon steroid yang memberikan pengaruh terhadap metabolisme nutrisi. Kelebihan
glukokortikoid dapat menyebabkan metabolisme protein dan karbohidrat terganggu.
Metabolisme
karbohidrat dipengaruhi dengan merangsang glukoneogenesis dan menganggu kerja
insulin pada sel-sel perifer, sebagai akibatnya penderita dapat mengalami
hiperglikemia. Pada seseorang yang mempunyai kapasitas produksi insulin yang
normal, maka efek dari glukokortikoid akan dilawan dengan meningkatkan sekresi
insulin untuk meningkatkan toleransi glukosa. Sebaliknya penderita dengan kemampuan sekresi
insulin yang menurun tidak mampu untuk mengkompensasi keadaan tersebut, dan
menimbulkan manifestasi klinik DM.
12). Bagaimana Prosedur Pemeriksaan Kortisol dan ACTH
KADAR ADRENOKARTIKO
TROPIK (ACTH)
Pengukuran dilakukan dengan test supresi
deksametason. Spesimen yang diperlukan adalah darah vena lebih kurang 5 cc dan
urine 24 jam.
Persiapan
:
1.
Tidak ada pembatasan makan dan minum
2.
Bila klien menggunakan obat-obatan seperti kortisol
atau antagonisnya dihentikan lebih dahulu 24 jam sebelumnya.
3.
Bila obat-obatan harus diberikan, lampirkan
jenis obat dan dosisnya pada lembaran pengiriman spesimen
4.
Cegah stres fisik dan psikologis
Pelaksanaan :
1.
Klien diberi deksametason 4 x 0,5 ml/hari
selama-lamanya dua hari
2.
Besok paginya darah vena diambil sekitar 5 cc
3.
Urine ditampung selama 24 jam
4.
Kirim spesimen (darah dan urine) ke
laboratorium.
Hasil
Normal bila :
Ø ACTH
menurun kadarnya dalam darah. Kortisol darah kurang dari 5 ml/dl
Ø 17-Hydroxi-Cortiko-Steroid
(17-OHCS) dalam urine 24 jam kurang dari 2,5 mg.
Cara
sederhana dapat juga dilakukan dengan pemberian deksametasaon 1 mg per oral
tengah malam, baru darah vena diambil lebih kurang 5 cc pada pagi hari dan
urine ditampung selama 5 jam. Spesimen dikirim ke laboratorium. Nilai normal
bila kadar kortisol darah kurang atau sama dengan 3 mg/dl dan eksresi 17 OHCS
dalam urine 24 jam kurang dari 2,5 mg.
KADAR KORTISOL
PLASMA
Pemeriksaan
:
Normal: Pagi hari 5-25 μg/dL
Malam
hari menurun menjadi 50 %
Sindrom
Cushing:
Pada malam hari kadarnya tidak menurun
atau tetap
Tidak
dapat digunakan pada anak usia < 3 tahun
13). Interprestasi Pemeriksaan Kortisol & ACTH
Kortisol Plasma
Metode Pengukuran : Metode pengukuran kortisol plasma yang palingsering dipakai
adalah radioimmunoassay. Metode ini mengukur kortisol total (baik terikat
maupun bebas) dalam plasma. Metode yang mengukur kortisol bebas dalam plasma
belum tersedia untuk kegunaan klinis.
Interpretasl : Manfaat
dari pemeriksaan tunggal kadar kortisol plasma untuk diagnosis terbatas karena
adanya sekresi alamiah kortisol yang berlangsung episodik dan terjadinya
pengikatan selama adanya stres. Seperti dijelaskan di bawah, informasi yang
lebih baik didapat dengan melakukan uji dinamis pada aksis
hipotalamus-hipofisisadrenal.
Nilai-nilai
normal
ü Kadar
kortisol plasma normal bervariasi tergantung metode yang digunakan. Dengan radioimmunoassay dan competitive
protein-binding assay, kadar pada jam 8 pagi berkisar dari 3 sampai 20 mg/dL
(0,08-0,55 mmol/L) dan rata-rata 10-12 mg/dL (0,28-0,33 mmol/L)
ü Kadar
selama stres-Sekresi kortisol meningkat pada pasien-pasien yang mengalami
penyakit akut, selama pembedahan, dan setelah trauma. Konsentrasi plasma dapat
mencapai 40-60 mg/dL (1,1-1,7 mmol/L)
ACTH
Metode Pengukuran : Pengukuran ACTH plasma sangat berguna untuk mendiagnosa adanya disfungsi hipofisis
adrenal. Batas normal ACTH plasma, menggunakan immunoradiometric assay
sensitif, adalah :10- 50 pg/mL (2,2-11,1 pmol/L)
Interpretasi
: Kadar ACTH plasma sangat
berguna untuk membedakan disfungsi adrenal yang dasebabkan oleh kelainan
hipofisis atau adrenal:
1. Pada insufisiensi adrenal yang disebabkan oleh
penyakit primer di adrenal, kadar ACTH plasma meningkat, biasanya lebih dari
250 pg/mL. Sebaliknya pada defisiensi ACTH hipofisis dan hipoadrenalisme
sekunder, kadar ACTH plasma kurang dari 50 pg/mL.
2. Pada sindroma
Cushing yang disebabkan pleh tumor-tumor adrenal primer yang mensekresi glukokortikoid, kadar ACTH plasma tersupresi,
dan kadar yang kurang dari 1 pg/mL (2,2 pmol/L) adalah diagnostik. Pada
pasien-pasien penyakit Cushing (hipersekresi ACTH hipofisis), ACTH plasma
normal atau meningkat sedang (20-200 pg/mL [4,4-44 pmol/L]). (3) Kadar ACTH
juga meningkat nyata pada pasien dengan hiperplasia adrenal kongenital bentuk
umum dan berguna dalam diagnosis dan penanganan kelainan-kelainan ini.
14). Klasifikasi Cushing Sindrom untuk Membedakan
Ø Tergantung ACTH
Hiperfungsi korteks adrenal mungkin dapat disebabkan oleh
sekresi ACTH kelenjar hipofise yang abnormal berlebihan. Tipe ini mula-mula
dijelaskan oleh oleh Hervey Cushing pada tahun 1932, maka keadaan ini disebut
juga sebagai penyakit cushing. > 20
Ø Tak tergantung ACTH
Adanya adenoma hipofisis yang mensekresi ACTH, selain itu
terdapat bukti-bukti histologi hiperplasia hipofisis kortikotrop, masih tidak
jelas apakah kikroadenoma maupum hiperplasia timbal balik akibat gangguan
pelepasan CRH (Cortikotropin Realising hormone) oleh neurohipotalamus. (Sylvia
A. Price,
2006). < 10 atau tidak terukur
15). Intervensi, Implementasi dan
Evaluasi
Rencana Asuhan Keperawatan (Intervensi) Pada “Ny. A”
dengan Keluhan “Syndrom Cushing”
|
No
|
Diagnosa
|
Tujuan dan Kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
1.
|
Resiko
Cidera (00035)
Defenisi : Beresiko mengalami cederah sebagai akibat kondisi
lingkungan yang berintraksi dengan sumberadaptif dan sumber defenisif
individu
Faktor resiko :
1.
Klien datang ke RS dengan keterangan Pre
Eklamsia
2.
Klien mengeluh badan lemah dan mudah
lelah sejal 1 minggu terakhir.
3.
Badan sering gemetar sejak 1 tahun.
4.
Disfungsi sensorik : Klien mengeluh
matanya kabur sejak 1 bulan
|
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama
3x24 jam, masalah klien dapat teratasi dengan kriteria hasil :
Klien mampu :
1. Menghindari cedera fisik
2. Mempersiapkan
lingkungan yang aman
3. Mengidentifikasi
risiko yang meningkatkan cedera
|
1. Kaji faktor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan
(defisit sensorik) dan faktor lingkungan
2. Sediakan alat bantu dan jalan (tongkat, kaca mata,)
3. Bantu klien saat ambulansi
4. Intruksikan suami /orang terdekat klien, untuk segera memangil perawat jika butuh
bantuan atau klien mengalami eklamsi dengan menggunakan alat pemantauan
elektronik
5. Informasikan
kepada klien dan keluarga hal-hal yang dapat beresiko /berpotensi menimbulkan
cedera bagi klien
6. Kolaborasi pemberian obat-obatan
seperti sedative
|
1. Mangidentifikasi faktor resiko cedera untuk membantu meningktkan pengendalian terhadap keamanan
pasien
2. Untuk dimafaatkan dalam meningktkan keamanan
3.
Kondisi
yang lemah sangat beresiko terjatuh / terbentur saat ambulasi
4.
Membantu
kelurga dalam meningkatkan
pemahaman dalam pengguaan alat sehingga, dapat membantu dalam memelihara
keamanan klien
5.
Klien dan keluarga dapat mengetahui dan
menghindari resiko cedera
6.
Dapat
meningkatkan istirahat
|
|
2.
|
Hambatan
mobilitas fisik (00085)
Definisi
:
Keterbatasan
pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri
dan terarah
Batasan karakteristik :
Ds :
Klien mengeluh :
1.
Badan lemah dan mudah lelah sejal 1
minggu terakhir.
2.
Badan sering gemetar sejak 1 tahun.
3.
Mata kabur sejak 1 bulan.
4.
Punggung terasa nyeri dan sulit
membungkuk
5.
Kaki sering bengkak
|
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama
3x24 jam , masalah klien dapat teratasi dengan kriteria hasil :
1. Klien
dapat mengidentifikasi aktivitas atau situasi yang mengakibatkan hambatan
mobilitas fisik
2. Klien
akan memperlihatkan pengguanaan alat bantu secara benar dengan pengawasan
|
1. Kaji
kebutuhan terhadap alat bantu dalam melakukan aktivitas
2. Ajarkan
dan pantau pasien tentang penggunaan alat bantu mobilitas (tongkat, walker)
3. Bantu
pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktivitas
4. Batasi
rangsangan lingkungan (cahaya atau kebisingan)
5. Anjurkan kepada klien untuk istirahat secara adekuat
dengan aktivitas yang sedang
6. Kolaborasi
: Konsultasi ke Opticion
|
1.
Mempermudah dalam melakukan aktivitas
2.
Membantu pasien dalm malakukan aktivitas
3.
Untuk mempermudah penyesuaian dalam
melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan
4.
Memfasilitasi relaksasi
5.
Memudahkan
proses penyembuhan
6.
Untuk pemakaian kaca mata
|
|
3.
|
Gangguan
Citra Tubuh ()
Defenisi :
Batasan
Karakteristik:
Ds
:Klien mengeluh :
1.
Muka bengkak (moon face)
2.
Rambut rontok sejak 2 tahun
3.
Kaki sering bengkak
Do : Nampak striae
|
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama
3x24 jam, masalah klien dapat teratasi dengan kriteria hasi l :
1. Penampilan
fisik klien kembali seperti semula (membaik)
2. Klien
dapat melakukan aktivitas kembali
dengan normal
3. Klien
dapat mengekspresikan perasaanya
terhadap perubahan penampilannya
|
1. Ciptakan lingkungan yang kondusif dengan klien mengenai
perubahan body image yang dialami
2. Informasi pada klien mengenai tanda dan gejala yang
berhubungan dengan penyakit yang dialami
3. Beri motivasi atau dukungan pada klien dalam menghadapi
kodisi saat ini
4. Beri penguatan terhadap mekanisme koping yang positif
5. Kolaborasi dengan ahli psikolog
|
1.
Untuk memudahkan klien dalam mengungkapkan perasaan
2.
Agar
klien dapat menerima perubahan pada dirinya
3.
Agar
klien tetap dapat beeraktivitas dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar
4.
Membantu
mempertahankan kontrol dan
mengembangkan harga diri klien
5.
Memberi
dukungan pada pasien selama berhadapan dengan proses jangka panjang
ketidakmampuan
|
|
4.
|
Nyeri
Akut (00132)
Defenisi :Pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial
atau di gambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (international
association for the study of pain)
Batasan karakteristik :
Ds :
Klien mengeluh punggung terasa nyeri dan sulit membungkuk
Do :
Hasil Pemeriksaan Fisik :
TD =
180 / 130 mmHg
|
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama
3x24 jam , masalah klien dapat teratasi dengan kriteria hasi l :
1. Klien mengatakan nyeri pada punggungnya berkurang
dan/atau teratasi (0-2)
2. Klien nampak tenang dan tidak meringis
3. TD
dalam rentang normal
|
1. Kaji TTV : TD klien
2. Lakukan
pengkajian nyeri yang komprehensif
3. Catat keluhan nyeri, lokasi, lamanya, intensitas (skala
0-10)
4. Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas bukan
pada nyeri dengan melakukan pengalihan (nonton TV, baca buku,)
5. Kolaborasi
: Pemberian obat analgesik sesuai indikasi
|
1.
Untuk memudahkan dalam mengatasi nyeri akibat dari peningkatan TD
2.
Untuk
menilai nyeri atau ketidaknyamanan secara acurat
3.
Memudahkan dalam mengatasi
nyeri
4.
Membantu
mengatasi atau mengurangi rasa nyeri
5.
Mengurangi rasa nyari
|
|
5.
|
Resiko infeksi (00004)
Definisi : Mengalami peningkatan risiko terserang
organisme patogenik
Faktor Resiko :
Klien
mengeluh kaki sering bengkak
Penurunan
respon imun
Bengkak
pada kaki dan muka
Hasil
Pemeriksaan Kimia klinik:
Ø GD =
2 jam PP 232 mg/ dl
Ø S :
37 derajat C
|
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama
3x24 jam , masalah klien dapat teratasi dengan kriteria hasil:
1. Tidak
terjadi penurunan sistem imum
2. Faktor
resiko infeksi akan hilang dibuktikan dengan terbebas dari tanda dan gejalah infeksi
3. Hasil
pemeriksaan GDPP,
|
1. Pantau tanda gejala infeksi (penampilan
luka, jika ada)
2. Kaji
faktor yang dapat meningkatkan kerentangan terhadap infeksi (penurunan sistem
imun, pemeriksaan lab : GDPP,)
3. Instruksikan untuk menjaga higiene personal
4. Pertahankan
teknik steri jika melakukan tindakan pada pasien
5. Amati
penampilan praktik higiene personal
6. Kolaborasi : Pemberian terapi antibiotik (bila perlu) dan pemeriksaan lab rutin
|
1.
Mendeteksi
dini infeksi pada klien yang
beresiko
2.
Untuk mencegah
terjadinya resiko infeks
3.
Melindungi
tubuh dari infeksi
4.
Mencegah terjadinya infeksi pada klien
5.
Untuk perlindungan terhadap infeksi
6.
Mengontrol dan mengendalikan infeksi
|
IMPLEMETASI DAN EVALUASI
Nama : Ny“ A”
Umur : 34 tahun
DX.
Medis : Syndrom Cushing (tidak Tergantung ACTH)
|
Hr/Tgl
|
Dx
|
Jam
|
Tindakan
|
Evaluasi
|
|
Jumat/
16/05/ 2014
|
1
|
07.30
07.45
08.20
10.00
10.45
11.00
|
1. Mengkaji
faktor yang mempengaruhi kebutuhan
keamanan (defisit sensorik) dan faktor lingkungan
Hasil : Klien masih mengeluh badan lemah,
mudah lelah, dan mata kabur
2. Menyediakan alat bantu dan jalan (tongkat, kaca mata,)
Hasil : Klien tidak menggunakan alat bantu apa
pun
3. Membantu klien saat ambulansi
Hasil : Klien dapat
melakukan ambulasi dengan bantuan
4. Mengintruksikan suami /orang terdekat klien, untuk segera memangil perawat jika butuh
bantuan atau klien mengalami eklamsi dengan menggunakan alat pemantauan
elektronik
Hasil : Suami Ny. A mengikuti intruksi dari
perawat
5. Menginformasikan
kepada klien dan keluarga hal-hal yang dapat beresiko /berpotensi menimbulkan
cedera bagi klien
Hasil : Klien dan keluarga mengetahui
faktor-faktor yang dapat menimbulkan cedera seperti keadaaan fisik yang lemah
dan defisit penglihatan
6. Penatalaksanaan pemberian obat-obatan
seperti sedative
Hasil : Klien menerima dan meminum obat-obatan yang di berikan
|
S :
Klien mengatakan masih lemah, mudah lelah, dan penglihatan kabur
O :
Klien Nampak lemah dan merasa terganggu dengan penglihatannya yang kabur
A :
Masalah belum teratasi
P :
Lanjutkan Intervensi
|
|
Jumat/
16/05/ 2014
|
2
|
08.00
08.20
08.25
10.00
10.25
11.45
|
1. Mengkaji
kebutuhan terhadap alat bantu dalam melakukan aktivitas
Hasil : Klien mengatakan tidak menggunakan
alat bantu apa pun dalam beraktivitas
2. Mengajarkan
dan pantau pasien tentang penggunaan alat bantu mobilitas (tongkat, walker)
Hasil : Klien dapat menggunakan alat bantu
dengan baik dan benar
3. Membantu
pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktivitas
Hasil : Klien memilih melakukan aktivitas yang
mudah di kerjakan dan tidak menggunakan banyak tenaga
4. Membatasi
rangsangan lingkungan (cahaya atau kebisingan)
Hasil : Klien merasa nyaman berada di
lingkungan yang tenang
5. Menganjurkan kepada klien untuk istirahat secara adekuat
dengan aktivitas yang sedang
Hasil : Klien mengikuti saran perawat
6. Penatalaksanaan
: Memfasilitasi klien untuk konsultasi ke ahli Optik
Hasil : Klien melakukan pemeriksaan mata ke
Opticion
|
S :
Klien mengatakan penglihatannya masih kabur
O :
Penglihatan klien masih kabur dan masih sulit melakukan aktivitas
A :
Masalah belum teratasi
P :
Lanjutkan Intervensi
|
|
Sabtu/
17/05/ 2014
|
3
|
14.20
14.45
15.10
16.00
17.35
|
1. Menciptakan lingkungan yang kondusif dengan klien
mengenai perubahan body image yang dialami
Hasil : Lingkungan aman dan nyaman yang
mendukung klien dalam perubahan body image
2. Menginformasikan pada klien mengenai tanda dan gejala
yang berhubungan dengan penyakit yang dialami
Hasil : Tanda dan
gejala dari penyakit yang di alami yaitu perubahan pada muka (moon face),
visus, dan striae
3. Memberikan motivasi atau dukungan pada klien dalam
menghadapi kodisi saat ini
Hasil : Motivasi
bagi klien bahwa kondisi saat ini dapat membaik dengan mengikuti pengobatan
yang telah di programkan
4. Memberikan penguatan terhadap mekanisme koping yang
positif
Hasil : Penguatan
bagi klien bahwa dalam menghadapi penyakit klien harus berpikir positif dan
jangan stress
5. Penatalaksanaan
dengan ahli psikolog
Hasil : Klien melakukan konsultasi dengan
psikolog mengenai tindakan dalam menghadapi penyakit
|
S :
Klien mengatakan dapat menerima perubahan fisik yang dialaminya
O :
Terjadi perubahan fisik pada Ny. A seperti moon face, rambut rontok, kaki
bengkak, dan nampak striae
A :
Masalah belum teratasi
P :
Lanjutkan Intervensi 2, 4, dan 5
|
|
Sabtu/
17/05/ 2014
|
4
|
14.10
14.40
16.00
18.00
18.20
|
1. Mengkaji TTV : TD klien
Hasil : TD = 180/130 mmHg
2. Melakukan
pengkajian nyeri yang komprehensif
Hasil : Klien mengatakan punggung terasa nyeri
dan sulit membungkuk
3. Mencatat keluhan nyeri, lokasi, lamanya, intensitas
(skala 0-10)
Hasil : Klien
mengeluh nyeri di punggung, dan intensitas nyeri berada pada skala 4
4. Membantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas bukan
pada nyeri dengan melakukan pengalihan (nonton TV, baca buku)
Hasil : Klien melakukan pengalihan nyeri
dengan nonton TV
5. Penatalaksanaan
: Pemberian obat analgesik sesuai indikasi
Hasil : Rasa nyeri
klien dapat teratasi atau berkurang
|
S :
Klien mengatakan rasa nyeri berkurang
O :
TD = 180/130 mmHg, rasa nyeri pada klien berada pada skalah 2 dan klien dapat
melakukan pengalihan terhadap nyeri
A :
Masalah Teratasi
P :
Perthankan Intervensi
|
|
Minggu/18/05/
2014
|
5
|
07.20
07.35
07.50
90.05
10.10
10.30
|
1. Memantau
tanda gejala infeksi (penampilan luka, jika ada)
Hasil
: Tidak terdapat luka
2. Mengkaji
faktor yang dapat meningkatkan kerentangan terhadap infeksi (penurunan sistem
imun, pemeriksaan lab : GDPP)
Hasil
: Terjadi penurunan system imun akibat penyakit. Hasil pemeriksaan : GDPP =
232 mg/dl ;
3. Menginstruksikan untuk menjaga higiene personal
Hasil
: Klien mengikuti intruksi unutk menjaga hygiene personal seperti mandi dan
berpakaian
4. Mempertahankan
teknik steri jika melakukan tindakan pada pasien
Hasil
: Melakukan pemeriksaan lab seperti tes GDPP dengan alat steril
5. Mengamati
penampilan praktik higiene personal
Hasil
: Penampilan hygiene personal Ny. A baik, bersih, dan rapi
6. Penatalaksanaan : Pemberian terapi antibiotik (bila perlu) dan pemeriksaan lab rutin
Hasil
: Klien tidak melakuakn terapi antibiotic
|
S :
Klien mengatakan tidak terdapat luka pada tubuh
O :
GDPP = 232 mg/dl ; Kortisol = 1297 nmol/l ; ACTH = 5 pg/ml
A :
Masalah Teratasi
P : Pertahanakan
Intervensi 1, 2, 3, dan 4
|
STEP 4
PETA
KONSEP SEMENTARA
|
Anatomi dan fisiologi system endokrin
|
|
Konsep medis dan konsep keperawatan syndrome cushing
|
|
Patomekanisme Moon face pada Ny. A
|
|
Patomekanisme badan lemah dan lelah pada Ny. A
|
|
Patomekanisme badan gemetar pada Ny. A
|
|
Hubungan syndrome cushing dengan kehamilan
|
|
Hubungan syndrome cushing dengan DM
|
|
Patomekanisme mata kabur pada Ny. A
|
|
Patomekanisme rambut rontok pada Ny. A
|
|
Patomekanisme striae pada Ny. A
|
|
Klasifikasi pada syndrome cushing
|
|
Hasil interpretasi pemeriksaan pada kortisol & ACTH
|
|
Prosedur pemeriksaan pada kortisol & ACTH
|
STEP 5
PERTANYAAN TAMBAHAN
1. Apakah kortisol, & ACTH Berpengaruh Pada
Penurunan Sistem Imun ??
STEP 6
JAWABAN ATAS PERTANYAAN TAMBAHAN
1. Iya !!!
ACTH merupakan suatu rantai
lurus polipeptida, yang pada manusia terdiri dari 39 asam amino. Pada keadaan basal kecepatan sekresi ACTH diatur oleh mekanisme umpan
balik negatif hormon korteks adrenal (terutama kortisol) dalam darah.
Pengaturan sekresi ACTH juga diatur oleh corticotropin releasing
hormone (CRH) yang diproduksi di hipotalamus. CRH sampai ke hipofisis
anterior melalui pembuluh darah portal hipotalamo-hipofisis.Sistem saraf, endokrin, dan sistem imun saling
berhubungan dengan memanfaatkan berbagai substansi penghantar sinyal stres dan
reseptor sinyal, yang berakibat terjadi pengaturan perilaku sel pada sistem
imun. Stres dapat menyebabkan peningkatan kortisol dan katekolamin sehingga
akan menekan aktivitas sel imunokompeten yang berakibat pada penurunan
ketahanan tubuh.
Sekresi ACTH juga dipengaruhi
oleh berbagai rangsang saraf yang sampai pada median eminens hipotalamus
melalui serabut aferen dan menyebabkan pengeluaran CRH. Sebagai contoh, rangsangan
pada reseptor rasa nyeri diteruskan ke saraf aferen perifer dan traktus
spinotalamikus, akhirnya sampai pada median eminens hipotalamus dan menyebabkan
sekresi CRH yang kemudian dialirkan ke adenohipofisis yang kemudian melepas
ACTH. Reaksi emosi/stres (takut, marah, cemas) melalui
saraf aferen yang menuju ke hipotalamus juga dapat merangsang sekresi hormon
korteks adrenal.
Ketika tingkat stres yang lebih tinggi, hormon
kortisol juga melonjak. Di samping itu, tubuh menjadi lemah dan sistem
kekebalan tubuh terhadap infeksi berkurang. Mereka dengan kecemasan tinggi
memproduksi rata-rata 11 persen hormon kortisol lebih daripada orang-orang
dengan kecemasan rendah. Semakin cemas peserta maka mereka memiliki antara 11
persen dan 22 persen sel kekebalan tubuh yang lebih sedikit. Para peneliti
menggunakan air liur peserta dan sampel darah untuk menguji tingkat stres yang
berhubungan dengan hormon kortisol dan jumlah sel tertentu yang berkaitan
dengan kekebalan tubuh, demikian yang dilansir Healthmeup. Penelitian yang dilakukan di Amerika ini
menunjukkan bahwa stres dapat bertindak sebagai stressor kronis yang dapat
memengaruhi kekebalan tubuh.
STEP 7
PETA KONSEP SEMPURNA
|
Anatomi dan fisiologi system endokrin
|
|
Konsep medis dan konsep keperawatan syndrome cushing
|
|
Patomekanisme Moon face pada Ny. A
|
|
Patomekanisme badan lemah dan lelah pada Ny. A
|
|
Patomekanisme badan gemetar pada Ny. A
|
|
Hubungan syndrome cushing dengan kehamilan
|
|
Hubungan syndrome cushing dengan DM
|
|
Patomekanisme mata kabur pada Ny. A
|
|
Patomekanisme rambut rontok pada Ny. A
|
|
Patomekanisme striae pada Ny. A
|
|
Klasifikasi pada syndrome cushing
|
|
Hasil interpretasi pemeriksaan pada kortisol & ACTH
|
|
Prosedur pemeriksaan pada kortisol & ACTH
|
|
Apakah kortisol, & ACTH Berpengaruh
Pada Penurunan Sistem Imun Berpengaruh Pada Penurunan Sistem Imun
|
DAFTAR PUSTAKA
Herdman,
T. Heather. Diagnosa Keperawatan :
Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Ahli Bahasa : Made Sumaryati, Nike
Budhi Subekti ; Editor Edisi Bahasa Indonesia : Barrarah Barlid, Monica Ester,
Wari Praptiani. Jakarta : EGC, 2012.
Wilkinson,
Judith M. Buku Saku Diagnosa Keperawatan
: Diagnosa NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Alih Bahasa : Esty
Wahyuningsih ; Editor edisi Bahasa
Indonesia : Dwi Widiarti. Ed. 9. Jakarta : EGC.
Hernaningsi,
Y. Soehita, 5, 2005, Sindrom Cushing Pada Kehamilan. Indonesia Journal Of Clinical Pathology and Medical Laboratory, 23-30.
Lestari.
Kamus Keperawatan. Penerbit : Buana
Press
Vieluppy
Nurse. 2014. Askep dengan Cushing Syndrom.
diaskes at blogspot, 13 mei 2012 (http://Nursevieluppy.blogspot.com/2012/05/13/Askep-dengan-Cushing-Syndrom.html)
Rina
Amelia. 2014. Askep Hiperfungsi Kelenjar
Adrenal. diaskes at blogspot, 07 maret 2011 (http://Ameliarina.blogspot.com/2011/03/07/Askep-Hiperfungsi-Kelenjar-Adrenal.html)
LAPORAN DISKUSI
Hari/Tanggal : Selasa
13 Mei 2014
Jam : 12.00-14.00
Pembimbing : Ns.
Rosita Samuel, S.Kep
Peserta : Kelompok
II (8 peserta/Hendranus Suprianto & Zainudin Pattiha Tidak Hadir)
Pertemuan : Diskusi
Mandiri Pertama
Kegiatan : Diskusi
Kasus Cushing Syndrom
Ø Membahas
scenario : klarifikasi istilah-istilah sulit, klarifikasi kata-kata kunci (step
1); menentukan masalah utama/problem kunci , membuat pertanyaan (step 2).
Ø Membagi
tugas untuk menjawab setiap pertanyaan penting pada masing-masing anggota
kelompok.
Hari/Tanggal : Rabu
/ 14 Mei 2014
Jam : 13.00-14.00
Pembimbing : Ns.
Rosita Samuel, S.Kep
Peserta : Kelompok
II (6 peserta / Fredyrikus Carlokum, Hendra Suprianto, Krispinus
Daru,
& Valentina Rumlus Tidak Hadir)
Pertemuan : Pertama
Tutorial
Kegiatan : Diskusi
Tutorial Kasus Cushing Syndrom
Ø Penjelasan
modul dan tata cara penyelesaian modul serta pembagian kelompok diskusi (ketua, sekertaris 1,
sekertaris 2, dan anggota diskusi).
Ø Diskusi
tutorian 1 dipimpin oleh mahasiswa yang dipilih menjadi ketua serta dipilih
menjadi sekertaris kelompok, dan difasilitasi oleh tutor.
Ø Membahas
kembali scenario : klarifikasi istilah-istilah sulit, klarifikasi kata-kata
kunci (step 1); menentukan masalah utama/problem kunci , membuat pertanyaan
(step 2).
Hari/Tanggal : Sabtu
/ 17 Mei 2014
Jam : 09.00-11.00
Pembimbing : Ns.
Rosita Samuel, S.Kep
Peserta : Kelompok
II (9 peserta / Zainuddin Pattiha Tidak Hadir)
Pertemuan : Kedua
Tutorial
Kegiatan : Diskusi
Tutorial Kasus Cushing Syndrom
Ø Diskusi
tutorial 2 dipimpin oleh mahasiswa yang dipilih menjadi ketua serta dipilih
menjadi sekertaris kelompok yang difasilitasi oleh tutor.
Ø Menjawab
dan membahas pertanyaan penting (step 3) : melaporkan informasi hasil analisa
dan jawaban dari setiap pertanyaan pada step 2 melalui persentasi (PPT). Dan
tutor menambah serta memperjelas jawabab dari setiap mahasiswa.
Ø Diskusi
dilanjutkan dengan buat peta konsep sementara dari masalah yang dibahas pada
scenario mulai step 1 sampai step 3.
Hari/Tanggal : Selasa
/ 20 Mei 2014
Jam : 13.00-14.00
Pembimbing : Ns.
Rosita Samuel, S.Kep
Peserta : Kelompok
II (10 peserta / Semua Hadir)
Pertemuan : Ketiga
Tutorial
Kegiatan : Diskusi
Tutorial Kasus Cushing Syndrom
Ø Diskusi
tutorial 3 dipimpin oleh mahasiswa yang dipilih menjadi ketua serta dipilih
menjadi sekertaris kelompok yang difasilitasi oleh tutor.
Ø Melanjutkan
menjawab dan membahas pertanyaan penting (step 3) : melaporkan informasi hasil
analisa dan jawaban dari setiap pertanyaan pada step 2 melalui persentasi
(PPT). Dan tutor menambah serta memperjelas jawabab dari setiap mahasiswa.
Ø Diskusi
dilanjutkan dengan membuat pertanyaan tambahan (Step 5) dari masalah dan
pembahasan yang kurang di mengerti.
Hari/Tanggal : Jumat
/ 23 Mei 2014
Jam : 09.00-09.30
Pembimbing : Ns.
Rosita Samuel, S.Kep
Peserta : Kelompok
II (10 peserta / Semua Hadir)
Pertemuan : Keempat
Tutoria
Kegiatan : Diskusi
Tutorial Kasus Cushing Syndrom
Ø Diskusi
tutorial 4 dipimpin oleh mahasiswa yang dipilih menjadi ketua serta dipilih
menjadi sekertaris kelompok yang difasilitasi oleh tutor.
Ø Membahas
dan menjawab pertanyaan tambahan (step 6) dari pertanyaan pada atep 5 melalui
persentasi (PPT). Dan tutor menambah serta memperjelas jawabab dari setiap
mahasiswa.
Ø Diskusi
dilanjutkan dengan buat peta konsep sempurna (step 7) dari masalah yang dibahas
pada scenario, serta pertanyaan dan jawaban yang telah dibahas dari step 1
sampai step 6.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar