Rabu, 11 Juni 2014

LAPORAN LENGKAP TUTORIAL SISTEM ENDOKRIN “CUSHING SYNDROM”





LAPORAN LENGKAP TUTORIAL
SISTEM ENDOKRIN
“CUSHING SYNDROM”




Oleh :
Maria Immaculata C.B.            Sevana Christina Mayaut
Zainuddin Pattiiha                              Krispinus Daru
Fatri Darmansyah                               Kristina Vinolia Febriana
Fredirikus Carlokum                Hendranus Suprianto
Irmawati M.                                        Valentina Rumlus

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES GRAHA EDUKASI
MAKASSAR
2014

 

 

SKENARIO

 

Ny. A (34 tahun, 75 kg, 160 cm) datang ke rumah sakit di kirim oleh bidan dengan keteranga  Pre Eklamsia. Ny. A mengeluh muka bengkak (moon face), badan lemah dan mudah lelah sejak 1 minggu terakhir. Badan sering gemetar sejak 1 tahun. Saat ini sedang hamil pertama dengan umur kehamilan 2 bulan. Selama rawat jalan dinyatakan menderita tekanan darah tinggi (terakhir 180/120 mmHg). Klien mengeluh matanya kabur sejak 1 bulan, rambut rontok sejak 2 tahun, punggung terasa nyeri dan sulit membungkuk, kaki sering bengkak, Nampak striae.

Hasil pemeriksaan fisik di peroleh data tekanan darah (TD) : 180/130 mmHg  (normal 120/80 mmHg), Nadi : 88 x/menit (normal 60 – 100 x/menit), RR : 20 x/menit, Suhu Tubuh : 37 oC. Hasil pemeriksaan kimia klinik  : GDP : 78 mg/dl, GD : 2 jam PP 232 mg/dl, Kortisol : 1297 nmol/l, dan ACTH : 5 pg/ml.



STEP 1

A.   KLARIFIKASI ISTILAH-ISTILAH SULIT

1.     Pre Eklamsia

Kejang yang tejadi pada wanita hamil  yang disebabkan oleh hipertensi dengan tekanan darah 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu (akhir triwulan ke-2 sampai triwulan  ke-3 atau bias lebih awal terjadi.

2.     Striae

Guratan yang muncul bentuknya mirip garis-garis benekuk dipermukaan kulit dengan warna agak putih. Terkadang  muncul juga rasa gatal disekitarnya. Guratan ini terjadi akibat peregangan kulit sejalan dengan membesarnya rahim dan dinding perut pada wanita hamil.

3.     Kortisol

Salah satu hormone steroid dari korteks adrenal. Hormon ini terlibat dalam respon stress dan meningkatkan tekanan darah dan kadar gula darah. Normal urine : <250 nmol/l

4.     ACTH (Adrenocorticotrophic)

Sebuah hormone yang disekresikan oleh kelenjar hipofise anterior dan bekerja menstimulasi pelepasan hormone kortikosteroid tertentu oleh korteks adrenal. Normal 80 pg/ml

5.     GDP (Gula darah puasa)

Kadar gula darah pada waktu puasa 12-14 jam, yang ditunjukan untuk mendiagnosa diabetes melitus

 

B.    KLARIFIKASI KATA-KATA KUNCI

1.     Ny. A, usia 34 tahun, BB : 75 Kg, TB : 160 cm

2.     Ny. A dating ke RS dikirim oleh bida dengan keterangan pre eklamsia

3.     Ny. A mengeluh muka bengkak (moon face), badan lemah, dan mudah lelah sejak 1 minggu terakhir

4.     Ny. A mengatakan badannya sering gemetar sejak 1 tahun

5.     Ny. A sedang hamil pertama dengan umur kehamilan 2 bulan

6.     Selama rawat jalan Ny. A dinyatkan menderita tekanan darah tinggi ( terakhir : 180/120 mmHg)

7.     Ny. A mengeluh matanya kabur sejak 1 bulan, rambut rontok sejak 2 tahun, punggung terasa nyeri, dan sulit membungkuk

8.     Kaki Ny. A sering bengkak dan Nampak striae

9.     Hasil pemeriksaan fisik : TD : 180/130 mmHg

10.  Hasil pemeriksaan kimia klinik : - GD : 2 jam PP 232 mg/dl

-       Kortisol : 1297 nmol/l

-       ACTH : 5 pg/ml

 

STEP 2.

 

C.   MASALAH UTAMA.

“ SYNDROM CUSHING” (Tidak tergantung ACTH)

D.   PERTANYAAN PENTING

1.     Uraikan Anatomi dan fisiologi system endokrin !

2.     Uraikan konsep medis dan konsep keperawatan syndrome cushing !

3.     Uraikan patomekanisme terjadinya moon face pada Ny. A !

4.     Uraikan patomekanisme terjadinya badan lemah dan mudah lelah pada Ny. A !

5.     Uraikan patomekanisme terjadinya gemetar pada Ny. A !

6.     Uraikan hubungan hipertensi dengan syndrome cushing !

7.     Uraikan patomekanisme terjadinya visus (mata kabur) pada Ny. A !

8.     Uraikan patomekanisme terjadinya striae pada Ny. A !

9.     Uraikan patomekanisme terjadinya rambut rontok pada Ny. A !

10.  Uraikan hubungan syndrome cushing dengan kehamilan !

11.  Uraikan hubungan syndrome cushing dengan DM !

12.  Jelaskan prosedur pemeriksaan kortisol dan ACTH !

13.  Hasil interpretasi dari pemeriksaan kortisol dan ACTH !

14.  Bagaimana cara membedakan syndrome cushing yang tidak tergantung ACTH dengan yang tergantung ACTH !

15.  Buatlah askep kasus pada Ny. A !

 

 

 

 

 

 

 

 

 

STEP 3.

JAWABAN PERTANYAAN PENTING


1.    Anatomi dan fisiologi system Endokrin

Kelenjar endokrin adalah organ-organ yang menghasilkan sekresi yang di sebut hormone yang dialirkan secara langsung ke dalam aliran darah dan sel-sel glandular. Ada beberapa fungsi endokrin diantaranya, yaitu :
1.     Respon terhadap stress atau cedera (melalui aksis hypothalamus-hipofisis-adrenal)
2.     Pertumbuhan dan perkembangan
3.     Reproduksi (melalui aksis hypothalamus-hipofisis-adrenal)
4.     Metabolisme energy (melalui hormone tiroid dan pengkreas)
5.     Metabolisme cairan dan elektrolit (melalui ADH, hormone aldosteron, dan paratiroid)
6.     Respon kekebalan tubuh
Hormone merupakan derivate protein (glikoprotein, polipeptida atau amino) atau derivate kolesterol (stroid).
Hypothalamus adalah sebuah organ neuroendokrin kecil yang terletak









2). Konsep Medis dan Keperawatan Cushing Syndrom
1.1.             Defenisi
Sindrom Cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat terjadi secara spontan atau karena pemberian dosis farmakologik senyawa –senyawa glukokortikoid. (Sylvia A. Price; Patofisiologi, Hal. 1088).

1.2.           Etiologi
Sindrom Cushing disebabkan oleh sekresi kortisol atau kortikosteron yang berlebihan, kelebihan stimulasi ACTH mengakibatkan hyperplasia korteks anal ginjal berupa adenoma maupun carcinoma yang tidak tergantung ACTH juga mengakibatkan sindrom Cushing. Demikian juga hiperaktivitas hipofisis, atau tumor lain yang mengeluarkan ACTH. Syndrome Cushing yang disebabkan tumor hipofisis disebut penyakit Cushing. (buku ajar ilmu bedah, R. Syamsuhidayat, hal 945).
Sindrom Cushing dapat diakibatkan oleh pemberian glukortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik (latrogen) atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan pada gangguan aksis hipotalamus-hipofise-adrenal (spontan) pada sindrom cusing spontan, hiperfungsi korteks adrenal terjadi akibat ransangan belebihan oleh ACTH atau sebab patologi adrenal yang mengakibatkan produksi kortisol  abnormal. (Sylvia  A. Price; Patofisiologi,  hal 1091)

1.3.           Patofisiologi
Telah dibahas diatas bahwa penyebab sindrom cishing adalah  peninggian kadar glukokortikoid  dalam darah yang menetap. Untuk lebih memahami manifestasi klinik sindrom chusing, kita perlu membahas akibat-akibat metabolik dari kelebihan glikokorikoid.

ü Korteks adrenal mensintesis dan mensekresi empat jenis hormon:
a. Glukokortikoid. Glukokortikoid fisiologis yang disekresi oleh adrenal manusia adalah kortisol.
b. Mineralokortikoid. Mineralokortikoid yang fisiologis yang diproduksi adalah aldosteron.
   c.      Androgen.
   d.           Estrogen
ü Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan keadan-keadaan seperti  dibawah ini:
1.Metabolisme protein dan karbohidrat.
Glukokortikoid mempunyai efek katabolik dan antianabolik pada protein, menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentk protein untuk mensistesis protein, sebagai akibatnya terjadi kehilangan protein pada jaringan seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan tulang.
Secara klinis dapat ditemukan:
a. Kulit mengalami atropi dan mudah rusak, luka-luka sembuh dengan lambat.
b.Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda regang pada kulit  berwarna ungu (striae).
c. Otot-otot mengalami atropi dan menjadi lemah.
d.Penipisan dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan penyokong vaskule menyebabkan mudah tibul luka memar.
e. Matriks protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis, sehingga dapat dengan mudah terjadi fraktur patologis.
f. Metabolisme karbohidrat dipengaruhi  dengan meransang glukoneogenesis dan menganggu kerja insulin pada sel-sel perifer, sebagai akibatnya penderita dapat mengalami hiperglikemia.
g.Pada seseorang yang mempunyai kapasitas produksi insulin yang normal, maka efek dari glukokortikoid akan dilawan dengan meningkatkan sekresi insulin untuk meningkatkan toleransi glukosa.
h.Sebaliknya penderita dengan kemampuan sekresi insulin yang menurun tidak mampu untuk mengkompensasi keadaan tersebut, dan menimbulkan manifestasi klinik DM.
2.Distribusi jaringan adiposa.
a)Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral tubuh.
b)  Obesitas.
c)Wajah bulan (moon face).
d)  Memadatnya fossa supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal (punguk bison).
e)Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas dan bawag yang kurus akibat atropi otot memberikan penampilan klasik perupa penampilan Chusingoid.
3.Elektrolit
Efek minimal pada elektrolit serum.
                              Kalau diberikan dalam kadar yang  terlalu besar dapat menyebabkan retensi natrium dan pembuangan kalium. Menyebabkan edema, hipokalemia dan alkalosis metabolik.
   4.      Sistem kekebalan
Ada dua respon utama sistem kekebalan; yang pertama adalah pembentukan antibody humoral oleh sel-sel plasma dan limfosit B akibat ransangan antigen yang lainnya tergantung pada reaksi-reaksi yang diperantarai oleh limfosit T yang tersensitasi.
Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibody humoral dan menghabat pusat-pusat germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon primer terhadap anti gen.
Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada setiap tingkatan berikut ini:
a. Proses pengenalan antigen awal oleh sel-sel sistem monosit makrofag.
b. Induksi dan proleferasi limfosit imunokompeten.
c. Produksi anti bodi.
d. Reaksi peradangan.
e. Menekan reaksi hipersensitifitas lambat.
5.      Sekresi lambung
a. Sekeresi asam lambubung dapat ditingkatkan.
b.  Sekresi asam hidroklorida dan pepsin dapat meningkat.
c. Faktor-faktor protekitif mukosa dirubah oleh steroid dan faktor-faktor ini dapat mempermudah terjadinya tukak.
6.     Fungsi otak
Perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini ditandai dengan oleh ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode depresi singkat.
7.Eritropoesis
Involusi jaringan limfosit, ransangan pelepasan neutrofil dan peningkatan eritropoiesis. Namun secara klinis efek farmakologis yang  bermanfaat dari glukokortikoid adalah kemampuannya untuk menekan reaksi peradangan. Dalam hal ini glukokortikoid:
ü Dapat menghambat hiperemia, ekstra vasasi sel, migrasi sel, dan permeabilitas kapiler.
ü Menghambat pelapasan kiniin yang bersifat pasoaktif dan menkan fagositosis.
ü Efeknya pada sel mast; menghambat sintesis histamin dan menekan reaksi anafilaktik akut yang berlandaskan hipersensitivitas  yang dperantarai anti bodi.
ü Penekanan peradangan sangat deperlukan, akan tetapi terdapat efek anti inflamasi yang merugikan penderita. Pada infeksi akut tubuh mungkin tidak mampu melindungi diri sebagai layaknya sementara menerima dosis farmakologik. (Sylvia  A. Price; Patofisiologi,  hal 1090).

1.4.              Manifestasi Klinis
·     Manifestasi klinik yang sering ditemukan pada pasien dengan sindrom cushing antaralain:
ü  Obesitas sentral.
ü    Gundukan lemak pd punggung.
ü   Muka bulat (moon face).
ü   Striae.
ü   Berkurangnya massa otot & kelemahan umum.
·  Tanda lain yg ditemukan pd Syndrom cushing seperti:
ü   Atripi/ kelemahan otot sektermitas.
ü   Hirsutisme (kelebihan bulu pada wanita).
ü   Ammenorrhoe.
ü   Impotensi.
ü   Osteoporosis.
ü   Akne.
ü   Edema.
ü   Nyeri kepala, mudah memar dan gangguan penyembuhan luka.

1.5.              Pemeriksaan Penunjang
a.   CT scan à Untuk menunjukkan pembesaran adrenal pada kasus sindro cushing.
b.   Photo scanning.
c.   Pemeriksaan adrenal mengharuskan pemberian kortisol radio aktif secara intravena.
d.   Pemeriksaan elektro kardiografi à Untuk menentukan adanya hipertensi (endokrinologi edisi hal 437).
e.   Uji supresi deksametason.
Mungkin diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis peyebab sindrom cushing tersebut, apakah hipopisis atau adrenal.


f.    Pengambilan sampele darah.
Untuk menentukan adanya varyasi diurnal yang normal pada kadar kortisol, plasma.
g.   Pengumpulan urine 24 jam.
Untuk memerikasa kadar 17 – hiroksikotikorsteroid serta 17 – ketostoroid yang merupakan metabolik kortisol dan androgen dalam urine.

1.6.           Penatalaksanaan
Pengobatan tergantung pada ACTH yg tidak seragam. Apakah sumber ACTH ad hipofis atau ektopik.
a.      Jika dijumpai tumor hipofisis. Sebaiknya diusahakan reseksi tumor transfenoidal.
b.      Jika terdapat bukti hiperfungsi hipofisis namun tumor tidak dapat ditemukan maka sebagai gantinya dapat dilakukan radiasi kobait pada kelenjar hipofisis.
c.      Kelebihan kortisol juga dapat ditanggulangi dg  adrenolektomi total dan diikuti pemberian kortisol dosis fisiologik.
d.      Bila kelebihan kortisol disebabkan o/ neoplasma disusul kemoterapi pada penderita dengan karsinoma/ terapi pembedahan.
e.      Digunakan obat dengan jenis metyropone, amino gluthemideo, p-ooo yang bisa mensekresikan kortisol ( Patofisiologi Edisi 4 hal 1093 ).

1.7.           Pencegahan
Untuk mengatasi gejala akibat hiperandrogen, dengan cara memberikan obat yang berpotensi antiandrogenik, seperti Cyproterone acetate (CPA).
Dalam tubuh, CPA bekerja secara kompetitif mengikat reseptor androgen, sehingga menurunkan kadar androgen bebas, mengurangi produksi minyak pada kulit, dan mencegah timbulnya masalah kulit.

1.8.                      Komplikasi
ü   Diabetes Militus.
ü   Hipertensi.
ü   Osteoporosis.
ü   Krisis Addisonnia
ü   Efek yang merugikan pada aktivitas koreksi adrenal


1.9.   Penyimpangan KDM










2.  Konsep Keperawatan
2.1          Pengkajian
ü  Aktivitas/ istirahat .
Gejala : Insomnia, sensitivitas, otot lemah, gg koordinasi, kelelahan berat. Tandanya : atrofi otot.
ü  Sirkulasi .
Gejala: Palpitasi, nyeri dada (angina).
Tandanya: Distritnia, irama gallop, mur-mur, takikardia saat istirahat.
ü  Eliminasi.
Gejala: Urine dlm jumlah banyak, perubahan dlm feces: diare.
ü  Itegritas ego
Gejala : Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik..
Tandanya : Emosi letal, depresi.
ü  Makanan atau cairan
Gejala : Kehilangan berat badan yang mendadak, mual dan muntah.
ü  Neorosensori
Gejala : Bicara cepat dan parau, gangguan status mental dan prilaku seperti binggung, disorientasi, gelisa, peka rangsangan, delirium.
ü  Pernafasan
Tandanya : Frekuensi pernafasan meningkatan, takepnia dispnea.
ü  Nyeri atau kenyamanan
Gejala : Nyeri orbital, fotobia.
ü  Keamanan
Gejala : Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan tandanya suhu meningkat diatas 37,40CC, retraksi, iritasi pada kunjungtiva dan berair.
ü  Seksualitas
Tandanya : Penurunan libido, hipomenoria, amenoria dan impoten.
      Komplikasi
      1.      Krisis Addison.
2.      Efek yang merugikan pd aktivitas korteks adrenal.
3.      Patah tulang akibat osteoporosis.


Penilaian Nyeri Berdasarkan PQRST
P : Provokatif / Paliatif
Apa kira-kira Penyebab timbulnya rasa nyeri…? Apakah karena terkena ruda paksa / benturan..? Akibat penyayatan..? dll.
Q : Qualitas / Quantitas
Seberapa berat keluhan nyeri terasa..?. Bagaimana rasanya..?. Seberapa sering terjadinya..? Ex : Seperti tertusuk, tertekan / tertimpa benda berat, diris-iris, dll.
R : Region / Radiasi
Lokasi dimana keluhan nyeri tersebut dirasakan / ditemukan..? Apakah juga menyebar ke daerah lain / area penyebarannya..?
S : Skala Seviritas
Skala kegawatan dapat dilihat menggunakan GCS ( Baca : Cara Mengukur GCS (Glasgow’s Coma Scale) untuk gangguan kesadaran, skala nyeri / ukuran lain yang berkaitan dengan keluhan.
T : Timing
Kapan keluhan nyeri tersebut mulai ditemukan / dirasakan..? Seberapa sering keluhan nyeri tersebut dirasakan / terjadi…? Apakah terjadi secara mendadak atau bertahap..? Acut atau Kronis..?

2.2.       Diagnosa Keperawatan
1.     Resiko cedera dan infeksi b/d kelemahan dan perubahan metabolisme protein serta respon inflamasi
2.     Defisit perawatan diri; kelemahan perasaan mudah lelah, atropi otot dan perubahan pola tidur.
3.     Gangguan integritas kulit b/d edema, gangguan kesembuhan dan kulit yg tipis serta rapuh.
4.     Gangguan citra tubuh b/d perubahan penampilan fisik, gangguan fungsi seksual dan penurunan tingkat aktivitas.
5.     Gangguan proses berpikir b/d fluktuasi emosi, iritabilitas dan depresi.
6.     Nyeri berhubungan dengan perlukaan pada mukosa lambung.
7.Resiko infeksi b.d penurunan respon imun, respon inflamasi.
2.3.              Intervensi Keperawatan
1.   Dx : Resiko cedera dan infeksi b/d kelemahan dan perubahan metabolisme protein serta respon inflamasi.
·     Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam Klien tidak mengalami cidera setelah dilakukan intervensi.
·     Kriteria Hasil : - Cedera jaringan lunak (-), Fraktur (-), Ekimosis (-) Kelemahan (-)
Intervensi
Rasional
ü Ciptakan lingkungan yang protektif / aman.
ü Lingkungan yang protektif dapat mencegah jatuh, fraktur dan cedera lainnya pada tulang dan jaringan lunak.
ü Bantu klien saat ambulansi
ü Kondisi yang lemah sangat beresiko terjatuh / terbentur saat ambulasi
ü Berikan penghalang tempat tidur / tempat tidur dengan posisi yang rendah
ü Menurunkan kemungkinan adanya trauma
ü             Anjurkan kepada klien untuk istirahat secara adekuat dengan aktivitas yang sedang
ü Memudahkan proses penyembuhan
ü Anjurkan klien untuk diet tinggi protein, kalsium dan vitamin D
ü Untuk meminimalkan pengurangan massa otot
ü Kolaborasi pemberian obat-obatan seperti sedative
ü Dapat meningkatkan istirahat

2.   Dx : Defisit perawatan diri; kelemahan perasaan mudah lelah, atropi otot dan perubahan pola tidur.
·     Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam Klien menunjukkan perawatan diri yang maksimal.
·     Kriteria Hasil : - Kelemahan (-), Keletihan (-), Klien ikut serta dalam aktivitas perawatan diri, Klien mengalami peningkatan dalam perawatan diri, Klien bebas dari komplikasi imobilitas.
Intervensi
Rasional
ü Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas perawatan diri.
ü Dapat mengetahui kemampuan klien dan memudahkan intervensi selanjutnya.
ü Bantu klien dalam melakukan aktivitas perawatan diri.
ü Pemenuhan kebutuhan perawatan diri klien.
ü Libatkan keluarga dalam aktivitas perawatan diri klien.
ü Keluarga merupakan orang terdekat dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri klien.
ü             Rencanakan aktivitas dan latihan klien.
ü Istirahat klien tidak terganggu dengan adanya aktivitas dan latihan yang terencana.
ü Berikan dorongan untuk melakukan perawatan diri kepada klien dan atur aktivitasnya.
ü Dapat mencegah komplikasi imobilitas.
ü Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
ü Lingkungan yang tenang dan nyaman dapat menaikan istirahat dan tidur.

3.   Dx : Gangguan integritas kulit b/d edema, gangguan kesembuhan dan kulit yang tipis serta rapuh.
·     Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam Klien menunjukkan integritas kulit kembali utuh setelah dilakukan tindakan keperawatan.
·     Criteria Hasil : Penipisan kulit (-), Petechie (-), Ekimosis (-), Edema pada ekstremitas (-), Keadaan kulit baik dan utuh, Striae (-)
Intervensi
Rasional
ü Kaji ulang keadaan kulit klien
ü Mengetahui kelainan / perubahan kulit serta untuk menentukan intervensi selanjutnya
ü Ubah posisi klien tiap 2 jam
ü Meminimalkan / mengurangi tekanan yang berlebihan didaerah yang menonjol serta melancarkan sirkulasi
ü Hindari penggunaan plester
ü Penggunaan plester dapat menimbulkan iritasi dan luka pada kulit yang rapuh
ü             Berikan lotion non alergik dan bantalan pada tonjolan tulang dan kulit
ü Dapat mengurangi lecet dan iritasi

4.   Dx : Gangguan citra tubuh b/d perubahan penampilan fisik, gangguan fungsi seksual dan penurunan tingkat aktivitas.
·     Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam Klien menunjukkan gambaran diri yang positif setelah dilakukan
·     Kriteria Hasil : Klien dapat mengekspresikan perasaanya terhadap perubahan  penampilannya, Klien dapat mengutarakan perasaannya tentang perubahan sexual, Klien dapat menyebutkan tanda dan gejala yang terjadi selama  pengobatan, Klien dapat melakukan personal hygine setiap hari.
Intervensi
Rasional
ü Ciptakan lingkungan yang kondusif dengan klien mengenai perubahan body image yang dialami
ü Lingkungan yang kondusif dapat memudahkan klien untuk mengungkapkan perasaannya
ü Beri penguatan terhadap mekanisme koping yang positif
ü Membantu klien dalam meningkatkan dan mempertahankan kontrol dan membantu mengembangkan harga diri klien
ü Berikan informasi pada klien mengenai gejala yang berhubungan dengan pengobatan
ü Dengan diberikan penjelasan tersebut, klien dapat menerima perubahan pada dirinya
ü Beri dukungan pada klien dan jadilah pendengar yang baik
ü Memberikan dukungan dapat memotivasi klien untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar
ü Kolaborasi dengan ahli psikolog
ü Pasien mungkin membutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang ketidakmampuan

5.   Dx : Gangguan proses berpikir b/d fluktuasi emosi, iritabilitas dan depresi.
·     Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam Klien menunjukkan Tidak terjadi perubahan proses pikir.
·     Kriteria Hasil : Klien mempraktekkan teknik relaksasi, Klien mendiskusikan perasaannya dengan mudah, Klien dapat berorientasi terhadap lingkungan.


Intervensi
Rasional
ü Orientasikan pada tempat, orang dan waktu
ü Dapat menolong mempertahankan orientasi dan menurunkan kebingungan.
ü Tetapkan jadwal perawatan rutin untuk memberikan waktu istirahat yang teratur.
ü Menaikkan orientasi dan mencegah kelelahan yang berlebihan.
ü Anjurkan klien untuk melakukan perawatan diri sendiri sesuai kemampuan.
ü Mempertahankan orientasi pada lingkungan.
ü Ajarkan teknik relaksasi.
ü Teknik relaksasi dapat mempengaruhi proses pikir, sehingga klien dapat lebih tenang.
ü             Berikan tindakan yang stabil, terang dan tidak menimbulkan stress.
ü Tindakan yang stabil, tenang dan tidak menimbulkan stress memperbaiki proses pikir.

6.   Dx : Nyeri berhubungan dengan perlukaan pada mukosa lambung.
·     Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri klien berkurang.
·     Kriteria Hasil : Klien mengatakan nyeri hilang/berkurang, menunjukkan postur tubuh rileks dan mampu tidur dengan tepat.
Intervensi
Rasional
ü Catat keluhan nyeri, lokasi, lamanya, intensitas (skala 0-10)
ü Nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus dibandingkan dengan gejala nyeri pasien.
ü Kaji ulang faktor yang meningkatkan dan menurunkan nyeri
ü Membantu dalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi.
ü Berikan makan sedikit tapi sering sesuai indikasi untuk pasien
ü makanan mempunyai efek penetralisir asam, juga menghancurkan kandungan gaster. Makanan sedikit mencegah distensi dan haluaran gaster.
ü Berikan obat sesuai indikasi. Misalnya, antasida.
ü menurunkan keasaman gaster dengan absorbsi atau dengan menetralisir kimia

7.   Dx : Resiko infeksi b.d penurunan respon imun, respon inflamasi.
·     Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan intervensi.
·     Kriteria Hasil : Tanda-tanda infeksi (tumor, calor, dolor, rubor, fungsio laesa) tidak ada, Suhu normal : 36,5-37,1˚C, Hasil lab : Leukosit : 5000-10.000 gr/dL.
Intervensi
Rasional
ü Kaji tanda-tanda infeksi
ü Adanya tanda-tanda infeksi (tumor, rubor, dolor, calor, fungsio laesa) merupakan indicator adanya infeksi
ü Ukur TTV setiap 8 jam
ü Suhu yang meningkat merupakan indicator adanya infeksi
ü Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan
ü Mencegah timbulnya infeksi silang
ü             Batasi pengunjung sesuai indikasi
ü Mengurangi pemajanan terhadap patogen infeksi lain
ü Tempatkan klien pada ruang isolasi sesuai indikasi
ü Tehnik isolasi mungkin diperlukan untuk mencegah penyebaran / melindungi pasien dari proses infeksi lain Kolaborasi
ü Pemberian antibiotik sesuai indikasi
ü Terapi antibiotik untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial
ü Pemeriksaan lab (Leukosit)
ü Leukosit meningkat indikasi terjadinya infeksi

2.4.            Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai intervensi yang disesuaikan dengan kondisi klien.


2.5.            Evaluasi
1.     Menurunkan resiko cedera dan infeksi
a.      Bebas fraktur atau cedera jaringan lunak.
b.      Bebas daerah ekimosis.
c.      Tidak mengalami kenaikan suhu, kemerahan, rasa nyeri ataupun tanda-tanda lain infeksi serta inflamasi.
2.     Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri.
a.      Merencanakan aktivitas perawatan dan latihan untuk memungkinkan periode istirahat.
b.      Melaporkan perbaikan perasaan sehat.
c.      Bebas komplikasi mobilitas.
3.     Mencapai/mempertahankan integritas kulit.
a.      Memiliki kulit yang utuh tanpa ada bukti adanya luka atau infeksi.
b.      Menunjukkan bukti berkurangnya edema pada ekstremitas dan badan.
c.      Mengubah posisi dengan sering dan memeriksa bagian kukit yang menonjol setiap hari.
4.     Mencapai perbaikan citra tubuh.
a.      Mengutarakan perasaan tentang perubahan penampilan, fungsi seksual dan tingkat aktivitas.
b.      Mengungkapkan kesadaran bahwa perubahan fisil merupakan akibat dari pemberian kortikosteroid yang berlebihan.
5.     Proses pikir klien kembali normal.
6.     Klien toleransi terhadap aktivitas.
7.     Infeksi tidak terjadi.

3). Hubungan Patomekanisme Terjadinya Moon Face dengan Sindrom Cushing !
Cushing Syndrome atau sindrom cushing adalah gangguan hormonal yang disebabkan oleh paparan berkepanjangan akibat hormone kotisol yang tinggi.
Pada sindrom cushing, kadar kortikosteroid berlebihan, biasanya dari produksi berlebihan pada kelenjar adrenal.
Penyebab cushing sindrom  adalah peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap.
ü  Glukokortikoid fisiologis yang disekresi oleh adrenal manusia adalah kortisol.
Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan keadan-keadaan seperti : Distribusi jaringan adiposa Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral tubuh Obesitas Wajah bulan (moon face). Memadatnya fossa supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal (punguk bison), Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas dan bawah yang kurus akibat atropi otot memberikan penampilan klasik perupa penampilan Chusingoid.

4). Uraikan patomekanisme badan lemah dan mudah lelah ?
Kelemahan dan lemas, terjadi gangguan tidur karena terjadi perubahan sekresi kortisol diurnal.
Sekresi diurnal adalah pola yang naik dan turun dalam periode 24 jam. Kortisol adalah contoh hormon diurnal. Kadar kortisol meningkat pada pagi hari dan turun pada malam hari.
Pada penderita ini, pada pagi hari kartisolnya meningkat sehingga mudah lelah dan sering mengantuk sedangkan pada malam hari kartisolnya munurun sehingga penderita tidak mudah lelah dan sering begadang.
Tanpa  tergantung dari penyebabnya, mekanisme umpan balik normal untuk mengendalikan fungsi korteks adrenal menjadi tidak efektif atau pola sekresi diurnal kortisol yang normal akan menghilang. Tanda  dan gejala Sindrom Cushing terutama terjadi sebagai akibat dari sekresi glukokortikoid dan adrogen (hormon seks) yang berlebihan, meskipun sekresi mineralokortikoid juga dapat terpengaruh.

5). Patomekanisme Badan Gemetar Pada Ny. A
Pada penderita Syndrom Cushing, mengalami kelebihan glukokortikoid yang menyebabkan gangguan metabolisme protein dan karbohidrat yang mengakibatkan efek katabolic dan anabolik. Sehingga, terjadinya penurunan kemampuan sel pembantuk protein (seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan tulang).
Penurunan kemampuan sel tersebut menyebabkan matriks protein tulang menjadi rapuh, sehingga melongarkan sendi dan ligament melalui tulang pungguang dan tulang belakang. Hal ini menyebabkan badan menjadi kurang stabil dan terjadi reabsobsi tulang sehingga terjadi gemetar.

6). Hubungan Hipertensi Dengan Sindrom Cushing
Tekanan Darah adalah kekuatan yang ditimbulkan oleh jantung yang berkontraksi seperti pompa, sehingga darah terus mengalir dalam pembuluh darah. Kekuatan itu mendorong dinding pembuluh arteri atau nadi.
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg.
Cushing Syndrome atau sindrom cushing adalah gangguan hormonal yang disebabkan oleh paparan berkepanjangan akibat hormone kotisol yang tinggi. Gangguan ini juga sering disebut dengan  hypercortisolism (Sylvia, 2006). Kortisol merupkan salah satu hormon steroid dari korteks adrenal. Hormon ini terlibat dalam respon stress dan meningkatkan tekanan darah.
Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.  
Pada saat bersamaan sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Yang akhirnya menyebabkan respon peningkatan tekanan darah.
Hubungan Hipertensi dengan Sindrom Cushing yaitu karena peningkatan hormon kortisol. Hormon ini terlibat dalam respon stress. Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap (Pickering, 1999). Selain itu, peningkatan kortisol tentang efek vasoconstrictive epinefrin juga menyebabkan Hipertensi (Hipertensi persisten)

7). Patomekanisme Terjadinya Mata kabur dengan Sindrom Cushing
Cushing Syndrome adalah penyakit yang  diakibatkan oleh aktivitas adrenokortikal yang berlebihan. Pada sindrom cushing, kadar kortikosteroid berlebihan, biasanya dari produksi berlebihan pada kelenjar adrenal.
Sindrom cushing dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme, yang mencakup tumor kelenjar hipofisis yang menghasilkan ACTH dan menstimulasi korteks adrenal untuk meningkatkan sekresi hormonnya meskipun hormon tersebut telah diproduksi dengan jumlah yang adekuat.
Akibat dari tumor hipofisis, menyebabkan terjadi gangguan visual karena tekanan pada khiasma optikus. Sehingga, menyebabkan pandangan atau penglihatan kabur (visus atau penurunan ketajaman penglihatan)

8). Kerontokan rambut
Sindrom Cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat terjadi secara spontan atau karena pemberian dosis farmakologik senyawa-senyawa glukokortikoid (Sylvia A. Price; Patofisiolgi, hal. 1088).
Sindrom Cushing disebabkan oleh sekresi kortisol atau kortikosteron yang berlebihan, kelebihan stimulasi  ACTH mengakibatkan hiperplasia korteks anal ginjal berupa adenoma maupun carsinoma yang tidak tergantung ACTH juga mengakibatkan sindrom cushing.
Kortisol, yang merupakan hormon stres utama, diproduksi di korteks adrenal. Meskipun membantu dalam manajemen stres, sekresi berlebihan kortisol dapat memiliki dampak negatif pada kesehatan.
ž Stres menyebabkan rambut rontok lebih cepat. Hormon yang dilepaskan tubuh selama stres mempengaruhi penyerapan vitamin B yang dibutuhkan untuk pigmentasi. Stres juga menyebabkan alopesia yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Alopesia akan merontokkan segumpal rambut di kepala sehingga menimbulkan kebotakan kecil.
ž Selain menangani stres, mengasup suplemen B-kompleks  membantu mengatasi masalah uban prematur.  Adapun alopesia dapat diobati dengan berbagai cara, termasuk steroid atau terapi sinar UV. Namun pada beberapa kasus, rambut akan tumbuh secara alami.
ž Stress juga sering mengakibatkan kerontokan rambut. Stres yang berkepanjangan memaksa hormon tubuh termasuk hormon di bagian kepala menyebabkan ketegangan dan membuat akar rambut menjadi rapuh dan menyebabkan kerontokan rambut.

9). Patomekanisme Terjadinya Striae dengan Sindrom Cushing
Striae merupakan jaringan parut pada paha dan abdomen yang di sebabkan oleh peregangan dermis dan ruptur serat elastis ketika terjadi pembesaran abdomen seperti pada kehamilan, tumor, dan asites. Juga terlihat pada penyakit cushing dan sebagai efek samping terapi glikokortikoid.
Sindrom cushing adalah kumpulan gejala penyakit yang menyebabkan gangguan hormonal yang disebabkan kortisol plasma berlebihan dalam tubuh (hiperkortisolisme), baik oleh pemberian glukokortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik (iatrogen ) atau oleh sekresi  kortisol yang berlebihan akibat gangguan aksis hipotalamus - hipofisis  adrenal ( Spontan ).
ü  Glukokortikoid adalah golongan hormon steroid yang memberikan pengaruh terhadap metabolisme nutrisi.
ü  Glukokortikoid fisiologis yang disekresi oleh adrenal manusia adalah kortisol. Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan keadan-keadaan seperti , metabolisme protein dan karbohidrat terganggu.
Glukokortikoid mempunyai efek katabolik dan antianabolik pada protein, menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentuk protein untuk mensistesis protein, sebagai akibatnya terjadi kehilangan protein pada jaringan seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan tulang.
Secara klinis dapat ditemukan: Kulit mengalami atropi dan mudah rusak, luka- luka sembuh dengan lambat. Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda regang pada kulit berwarna ungu (striae).

10). APA  HUBUNGAN SINDROM  CUSHING DENGAN   KEHAMILAN PADA Ny. A
Sindrom cushing merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan keadaan akibat peningkatan kosentrasi glikortikoid di sirkulasi darah. Pada awal kehamilan hormon tiroksin akan pindah ke janin sehinnga terjadi hipotiroidisme janin.proses akan terjadi selama kehamilan . Hormon tiroid diperluhkan untuk perkembangan otak dan fungsi mental normal.selain kadar hormon total ataupun terikat kosentrasi Thyroid-biding globulin (TBG) serum darah juga akan meningkat secara bermakna.
Akibat rangsangan tirod,karena adanya aktivitas silang dari hormon Chorionic gonadotropin yang lemah,maka awal kehamilan  aktivitas  tirotropin akan menurun , sehingga tidak dapat melalui sawar palasenta.Pada kehamila 12 minggu pertama kadar hormon akan mencapai puncaknya  dan kadar  tiroksin bebas akan meningkat dan akan menekan kadar  tirotropin sehingga tirotropin  releasing hormon THR  tidak dapat terdeteksi  dalam serum  darah .
Berbeda dengan  trimester  pertama, pada pertengahan kehamilan  walaupun serum THR  janin tidak meningkat tetap dapat terdeteksi. Pada kehamilan  terjadi peingkatan   serum kortisol akibat dari peningkatan produksi kortisol dan peningkatan kadar kortisol yang terikat globulin. Dalam suatu pnelitian terdapat 15 wanita denan kehamilan normal,rata-rata kadar kortisol  bebas pada trimester  111. Kehamilan merupakan 350 nmol/jam atau berkisar 188-696 nmol/jam (wallace,1996).
Terjadinya kehamilan pada sindrom cushing  cukup jarang karena adanya efek supresi dari hiperkortisolisme dan hiperandrogenisme pada fungsi  reproduksi wanita yang menyebakan gangguan ovulasi dan infertilitas. Adenoma kelenjar adrena merupakan penyebab dari 46 % kasus sindroma cushing dengan kehamilan. Hal ini berbeda dengan kondisi tanpa kehamilan , dimana hanya 5-15 % kasus di sebabkan  oleh adenoma kelenjar  adrenal (Lado-Abeal 1998,Ayala 2000).
Lebih dari 100 kasus kehamilan  dengan sindroma cushing telah di laporkan hingga saat  ini 2,13 penyebab sindroma cushing pada kehamilan antara lain 45-50% karena  adenoma  adrenal ,30% adenoma pituitari ,10 % karsinoma adrenal dan 2% sindroma  ACTH Ektopik. Penyebab yang terakhir ini jarang di dapatkan  pada wanita hamil karena sindroma ACTH Ektropik ditemukan pada penderita rata-rata usia 53 tahun hal ini karena adanya tranfer plasenta yang minimal.

11). APA  HUBUNGAN SINDROM  CUSHING DENGAN   DM PADA Ny. A
Sindrom cushing merupakan keadaan yang diakibatkan karena peningkatan kosentrasi glikortikoid di sirkulasi darah. Glukokortikoid adalah golongan hormon steroid yang memberikan pengaruh terhadap metabolisme nutrisi. Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan metabolisme protein dan karbohidrat terganggu.
Metabolisme karbohidrat dipengaruhi dengan merangsang glukoneogenesis dan menganggu kerja insulin pada sel-sel perifer, sebagai akibatnya penderita dapat mengalami hiperglikemia. Pada seseorang yang mempunyai kapasitas produksi insulin yang normal, maka efek dari glukokortikoid akan dilawan dengan meningkatkan sekresi insulin untuk meningkatkan toleransi glukosa.  Sebaliknya penderita dengan kemampuan sekresi insulin yang menurun tidak mampu untuk mengkompensasi keadaan tersebut, dan menimbulkan manifestasi klinik DM.

12). Bagaimana Prosedur Pemeriksaan Kortisol dan ACTH
KADAR  ADRENOKARTIKO  TROPIK (ACTH)
   Pengukuran dilakukan dengan test supresi deksametason. Spesimen yang diperlukan adalah darah vena lebih kurang 5 cc dan urine 24 jam.
Persiapan :
1.     Tidak ada pembatasan makan dan minum
2.     Bila klien menggunakan obat-obatan seperti kortisol atau antagonisnya dihentikan lebih dahulu 24 jam sebelumnya.
3.     Bila obat-obatan harus diberikan, lampirkan jenis obat dan dosisnya pada lembaran pengiriman spesimen
4.     Cegah stres fisik dan psikologis
Pelaksanaan :
1.     Klien diberi deksametason 4 x 0,5 ml/hari selama-lamanya dua hari
2.     Besok paginya darah vena diambil sekitar 5 cc
3.     Urine ditampung selama 24 jam
4.     Kirim spesimen (darah dan urine) ke laboratorium.
Hasil Normal bila :
Ø  ACTH menurun kadarnya dalam darah. Kortisol darah kurang dari 5 ml/dl
Ø  17-Hydroxi-Cortiko-Steroid (17-OHCS) dalam urine 24 jam kurang dari 2,5 mg.
Cara sederhana dapat juga dilakukan dengan pemberian deksametasaon 1 mg per oral tengah malam, baru darah vena diambil lebih kurang 5 cc pada pagi hari dan urine ditampung selama 5 jam. Spesimen dikirim ke laboratorium. Nilai normal bila kadar kortisol darah kurang atau sama dengan 3 mg/dl dan eksresi 17 OHCS dalam urine 24 jam kurang dari 2,5 mg.
KADAR  KORTISOL  PLASMA
Pemeriksaan :
Normal: Pagi hari 5-25 μg/dL
Malam hari menurun menjadi 50 %
Sindrom Cushing:
Pada malam hari kadarnya tidak menurun atau tetap
Tidak dapat digunakan pada anak usia < 3 tahun

13). Interprestasi Pemeriksaan Kortisol & ACTH
Kortisol Plasma
Metode Pengukuran : Metode pengukuran kortisol plasma yang palingsering dipakai adalah radioimmunoassay. Metode ini mengukur kortisol total (baik terikat maupun bebas) dalam plasma. Metode yang mengukur kortisol bebas dalam plasma belum tersedia untuk kegunaan klinis.

Interpretasl : Manfaat dari pemeriksaan tunggal kadar kortisol plasma untuk diagnosis terbatas karena adanya sekresi alamiah kortisol yang berlangsung episodik dan terjadinya pengikatan selama adanya stres. Seperti dijelaskan di bawah, informasi yang lebih baik didapat dengan melakukan uji dinamis pada aksis hipotalamus-hipofisisadrenal.
Nilai-nilai normal
ü  Kadar kortisol plasma normal bervariasi tergantung metode yang digunakan. Dengan  radioimmunoassay dan competitive protein-binding assay, kadar pada jam 8 pagi berkisar dari 3 sampai 20 mg/dL (0,08-0,55 mmol/L) dan rata-rata 10-12 mg/dL (0,28-0,33 mmol/L)
ü  Kadar selama stres-Sekresi kortisol meningkat pada pasien-pasien yang mengalami penyakit akut, selama pembedahan, dan setelah trauma. Konsentrasi plasma dapat mencapai 40-60 mg/dL (1,1-1,7 mmol/L)
ACTH
Metode Pengukuran : Pengukuran ACTH plasma sangat berguna untuk  mendiagnosa adanya disfungsi hipofisis adrenal. Batas normal ACTH plasma, menggunakan immunoradiometric assay sensitif, adalah :10- 50 pg/mL (2,2-11,1 pmol/L)

Interpretasi :  Kadar ACTH plasma sangat berguna untuk membedakan disfungsi adrenal yang dasebabkan oleh kelainan hipofisis atau adrenal:
1.     Pada  insufisiensi adrenal yang disebabkan oleh penyakit primer di adrenal, kadar ACTH plasma meningkat, biasanya lebih dari 250 pg/mL. Sebaliknya pada defisiensi ACTH hipofisis dan hipoadrenalisme sekunder, kadar ACTH plasma kurang dari 50 pg/mL.
2.     Pada sindroma Cushing yang disebabkan pleh tumor-tumor adrenal primer yang mensekresi  glukokortikoid, kadar ACTH plasma tersupresi, dan kadar yang kurang dari 1 pg/mL (2,2 pmol/L) adalah diagnostik. Pada pasien-pasien penyakit Cushing (hipersekresi ACTH hipofisis), ACTH plasma normal atau meningkat sedang (20-200 pg/mL [4,4-44 pmol/L]). (3) Kadar ACTH juga meningkat nyata pada pasien dengan hiperplasia adrenal kongenital bentuk umum dan berguna dalam diagnosis dan penanganan kelainan-kelainan ini.

14). Klasifikasi Cushing Sindrom untuk Membedakan
Ø  Tergantung ACTH
Hiperfungsi korteks adrenal mungkin dapat disebabkan oleh sekresi ACTH kelenjar hipofise yang abnormal berlebihan. Tipe ini mula-mula dijelaskan oleh oleh Hervey Cushing pada tahun 1932, maka keadaan ini disebut juga sebagai penyakit cushing. > 20
Ø  Tak tergantung ACTH
Adanya adenoma hipofisis yang mensekresi ACTH, selain itu terdapat bukti-bukti histologi hiperplasia hipofisis kortikotrop, masih tidak jelas apakah kikroadenoma maupum hiperplasia timbal balik akibat gangguan pelepasan CRH (Cortikotropin Realising hormone) oleh neurohipotalamus. (Sylvia A. Price, 2006). < 10 atau tidak terukur

15). Intervensi, Implementasi dan Evaluasi
Rencana Asuhan Keperawatan (Intervensi) Pada “Ny. A” dengan Keluhan “Syndrom Cushing”
No
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria hasil
Intervensi
Rasional
1.
Resiko Cidera (00035)
Defenisi : Beresiko mengalami cederah sebagai akibat kondisi lingkungan yang berintraksi dengan sumberadaptif dan sumber defenisif individu
Faktor resiko :
1.           Klien datang ke RS dengan keterangan Pre Eklamsia
2.           Klien mengeluh badan lemah dan mudah lelah sejal 1 minggu terakhir.
3.           Badan sering gemetar sejak 1 tahun.
4.           Disfungsi sensorik : Klien mengeluh matanya kabur sejak 1 bulan

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam, masalah klien dapat teratasi dengan kriteria hasil : Klien mampu :
1.     Menghindari cedera fisik
2.     Mempersiapkan lingkungan yang aman
3.     Mengidentifikasi risiko yang meningkatkan cedera

1.  Kaji faktor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan (defisit sensorik) dan faktor lingkungan


2.  Sediakan alat bantu dan jalan (tongkat, kaca mata,)
3.  Bantu klien saat ambulansi


4.  Intruksikan suami /orang terdekat klien, untuk segera memangil perawat jika butuh bantuan atau klien mengalami eklamsi dengan menggunakan alat pemantauan elektronik
5.  Informasikan kepada klien dan keluarga hal-hal yang dapat beresiko /berpotensi menimbulkan cedera bagi klien
6.  Kolaborasi pemberian obat-obatan seperti sedative

1.   Mangidentifikasi faktor resiko cedera untuk membantu meningktkan pengendalian terhadap keamanan pasien

2.   Untuk dimafaatkan dalam meningktkan keamanan
3.        Kondisi yang lemah sangat beresiko terjatuh / terbentur saat ambulasi
4.        Membantu kelurga dalam meningkatkan pemahaman dalam pengguaan alat sehingga, dapat membantu dalam memelihara keamanan klien


5.        Klien dan keluarga dapat mengetahui dan menghindari resiko cedera



6.        Dapat meningkatkan istirahat

2.
Hambatan mobilitas fisik (00085)
Definisi :
Keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah
Batasan karakteristik :
Ds : Klien mengeluh :
1.           Badan lemah dan mudah lelah sejal 1 minggu terakhir.
2.           Badan sering gemetar sejak 1 tahun.
3.           Mata kabur sejak 1 bulan.
4.           Punggung terasa nyeri dan sulit membungkuk
5.           Kaki sering bengkak

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam , masalah klien dapat teratasi dengan kriteria hasil :
1.     Klien dapat mengidentifikasi aktivitas atau situasi yang mengakibatkan hambatan mobilitas fisik
2.     Klien akan memperlihatkan pengguanaan alat bantu secara benar dengan pengawasan

1.  Kaji kebutuhan terhadap alat bantu dalam melakukan aktivitas
2.  Ajarkan dan pantau pasien tentang penggunaan alat bantu mobilitas (tongkat, walker)
3.  Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktivitas



4.  Batasi rangsangan lingkungan (cahaya atau kebisingan)
5.  Anjurkan kepada klien untuk istirahat secara adekuat dengan aktivitas yang sedang
6.  Kolaborasi : Konsultasi ke Opticion

1.        Mempermudah dalam melakukan aktivitas

2.        Membantu pasien dalm malakukan aktivitas


3.        Untuk mempermudah penyesuaian dalam melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan
4.        Memfasilitasi relaksasi

5.        Memudahkan proses penyembuhan


6.        Untuk pemakaian kaca mata
3.
Gangguan Citra Tubuh ()
Defenisi :
Batasan Karakteristik:
Ds :Klien mengeluh :
1.               Muka bengkak (moon face)
2.               Rambut rontok sejak 2 tahun
3.               Kaki sering bengkak
Do : Nampak striae

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam, masalah klien dapat teratasi dengan kriteria hasi l :
1.     Penampilan fisik klien kembali seperti semula (membaik)
2.     Klien dapat  melakukan aktivitas kembali dengan normal
3.     Klien dapat mengekspresikan perasaanya terhadap perubahan  penampilannya

1.  Ciptakan lingkungan yang kondusif dengan klien mengenai perubahan body image yang dialami
2.  Informasi pada klien mengenai tanda dan gejala yang berhubungan dengan penyakit yang dialami
3.  Beri motivasi atau dukungan pada klien dalam menghadapi kodisi saat ini
4.  Beri penguatan terhadap mekanisme koping yang positif


5.  Kolaborasi dengan ahli psikolog

1.        Untuk memudahkan klien dalam mengungkapkan perasaan


2.        Agar klien dapat menerima perubahan pada dirinya


3.        Agar klien tetap dapat beeraktivitas dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar
4.        Membantu mempertahankan kontrol dan  mengembangkan harga diri klien
5.        Memberi dukungan pada pasien selama berhadapan dengan proses jangka panjang ketidakmampuan

4.






















Nyeri Akut  (00132)
Defenisi :Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau di gambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (international association for the study of pain)
Batasan karakteristik :
Ds : Klien mengeluh punggung terasa nyeri dan sulit membungkuk
Do : Hasil Pemeriksaan Fisik :
TD = 180 / 130 mmHg
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam , masalah klien dapat teratasi dengan kriteria hasi l :
1.     Klien mengatakan nyeri pada punggungnya  berkurang dan/atau teratasi (0-2)
2.     Klien nampak tenang dan tidak meringis
3.     TD dalam rentang normal

1.  Kaji TTV : TD klien



2.  Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif

3.  Catat keluhan nyeri, lokasi, lamanya, intensitas (skala 0-10)
4.  Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas bukan pada nyeri dengan melakukan pengalihan (nonton TV, baca buku,)
5.  Kolaborasi : Pemberian obat analgesik sesuai indikasi
1.        Untuk memudahkan dalam mengatasi nyeri akibat dari peningkatan TD
2.        Untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan secara acurat
3.        Memudahkan dalam mengatasi nyeri


4.        Membantu mengatasi atau mengurangi rasa nyeri



5.        Mengurangi rasa nyari

5.
Resiko infeksi (00004)
Definisi : Mengalami peningkatan risiko terserang organisme patogenik
Faktor Resiko :
Klien mengeluh kaki sering bengkak
Penurunan respon imun
Bengkak pada kaki dan muka
Hasil Pemeriksaan Kimia klinik:
Ø GD = 2 jam PP 232 mg/ dl
Ø S : 37 derajat C

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam , masalah klien dapat teratasi dengan kriteria hasil:
1.     Tidak terjadi penurunan sistem imum
2.     Faktor resiko infeksi akan hilang dibuktikan dengan terbebas dari tanda dan gejalah infeksi
3.     Hasil pemeriksaan GDPP,

1.  Pantau tanda gejala infeksi (penampilan luka, jika ada)
2.  Kaji faktor yang dapat meningkatkan kerentangan terhadap infeksi (penurunan sistem imun, pemeriksaan lab : GDPP,)
3.  Instruksikan untuk menjaga higiene personal
4.  Pertahankan teknik steri jika melakukan tindakan pada pasien
5.  Amati penampilan praktik higiene personal
6.  Kolaborasi : Pemberian terapi antibiotik (bila perlu) dan pemeriksaan lab rutin

1.        Mendeteksi dini infeksi pada klien yang beresiko
2.        Untuk mencegah terjadinya resiko infeks




3.        Melindungi tubuh dari infeksi

4.        Mencegah terjadinya infeksi pada klien

5.        Untuk perlindungan terhadap infeksi

6.        Mengontrol dan mengendalikan infeksi








IMPLEMETASI DAN EVALUASI
Nama                 :           Ny“ A”
Umur                 :           34 tahun
DX. Medis          :           Syndrom Cushing (tidak Tergantung ACTH)
Hr/Tgl
Dx
Jam
Tindakan
Evaluasi
Jumat/ 16/05/ 2014
1
07.30




07.45



08.20


10.00







10.45








11.00
1.  Mengkaji faktor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan (defisit sensorik) dan faktor lingkungan
Hasil : Klien masih mengeluh badan lemah, mudah lelah, dan mata kabur
2.  Menyediakan alat bantu dan jalan (tongkat, kaca mata,)
Hasil : Klien tidak menggunakan alat bantu apa pun
3.  Membantu klien saat ambulansi
Hasil : Klien dapat melakukan ambulasi dengan bantuan
4.  Mengintruksikan suami /orang terdekat klien, untuk segera memangil perawat jika butuh bantuan atau klien mengalami eklamsi dengan menggunakan alat pemantauan elektronik
Hasil : Suami Ny. A mengikuti intruksi dari perawat
5.  Menginformasikan kepada klien dan keluarga hal-hal yang dapat beresiko /berpotensi menimbulkan cedera bagi klien
Hasil : Klien dan keluarga mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan cedera seperti keadaaan fisik yang lemah dan defisit penglihatan
6.  Penatalaksanaan pemberian obat-obatan seperti sedative
Hasil : Klien menerima dan meminum  obat-obatan yang di berikan
S : Klien mengatakan masih lemah, mudah lelah, dan penglihatan kabur
O : Klien Nampak lemah dan merasa terganggu dengan penglihatannya yang kabur
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
Jumat/ 16/05/ 2014
2
08.00




08.20




08.25




10.00



10.25



11.45
1.  Mengkaji kebutuhan terhadap alat bantu dalam melakukan aktivitas
Hasil : Klien mengatakan tidak menggunakan alat bantu apa pun dalam beraktivitas
2.  Mengajarkan dan pantau pasien tentang penggunaan alat bantu mobilitas (tongkat, walker)
Hasil : Klien dapat menggunakan alat bantu dengan baik dan benar
3.  Membantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktivitas
Hasil : Klien memilih melakukan aktivitas yang mudah di kerjakan dan tidak menggunakan banyak tenaga
4.  Membatasi rangsangan lingkungan (cahaya atau kebisingan)
Hasil : Klien merasa nyaman berada di lingkungan yang tenang
5.  Menganjurkan kepada klien untuk istirahat secara adekuat dengan aktivitas yang sedang
Hasil : Klien mengikuti saran perawat
6.  Penatalaksanaan : Memfasilitasi klien untuk konsultasi ke ahli Optik
Hasil : Klien melakukan pemeriksaan mata ke Opticion
S : Klien mengatakan penglihatannya masih kabur
O : Penglihatan klien masih kabur dan masih sulit melakukan aktivitas
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
Sabtu/ 17/05/ 2014
3
14.20





14.45






15.10






16.00





17.35
1.  Menciptakan lingkungan yang kondusif dengan klien mengenai perubahan body image yang dialami
Hasil : Lingkungan aman dan nyaman yang mendukung klien dalam perubahan body image
2.  Menginformasikan pada klien mengenai tanda dan gejala yang berhubungan dengan penyakit yang dialami
Hasil : Tanda dan gejala dari penyakit yang di alami yaitu perubahan pada muka (moon face), visus, dan striae
3.  Memberikan motivasi atau dukungan pada klien dalam menghadapi kodisi saat ini
Hasil : Motivasi bagi klien bahwa kondisi saat ini dapat membaik dengan mengikuti pengobatan yang telah di programkan
4.  Memberikan penguatan terhadap mekanisme koping yang positif
Hasil : Penguatan bagi klien bahwa dalam menghadapi penyakit klien harus berpikir positif dan jangan stress
5.  Penatalaksanaan dengan ahli psikolog
Hasil : Klien melakukan konsultasi dengan psikolog mengenai tindakan dalam menghadapi penyakit
S : Klien mengatakan dapat menerima perubahan fisik yang dialaminya
O : Terjadi perubahan fisik pada Ny. A seperti moon face, rambut rontok, kaki bengkak, dan nampak striae
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi 2, 4, dan 5
Sabtu/ 17/05/ 2014
4
14.10

14.40



16.00




18.00





18.20
1.   Mengkaji TTV : TD klien
Hasil : TD = 180/130 mmHg
2.   Melakukan pengkajian nyeri yang komprehensif
Hasil : Klien mengatakan punggung terasa nyeri dan sulit membungkuk
3.   Mencatat keluhan nyeri, lokasi, lamanya, intensitas (skala 0-10)
Hasil : Klien mengeluh nyeri di punggung, dan intensitas nyeri berada pada skala 4
4.   Membantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas bukan pada nyeri dengan melakukan pengalihan (nonton TV, baca buku)
Hasil : Klien melakukan pengalihan nyeri dengan nonton TV
5.   Penatalaksanaan : Pemberian obat analgesik sesuai indikasi
Hasil : Rasa nyeri klien dapat teratasi atau berkurang
S : Klien mengatakan rasa nyeri berkurang
O : TD = 180/130 mmHg, rasa nyeri pada klien berada pada skalah 2 dan klien dapat melakukan pengalihan terhadap nyeri
A : Masalah Teratasi
P : Perthankan Intervensi
Minggu/18/05/ 2014
5
07.20


07.35






07.50




90.05



10.10



10.30
1.   Memantau tanda gejala infeksi (penampilan luka, jika ada)
Hasil : Tidak terdapat luka
2.  Mengkaji faktor yang dapat meningkatkan kerentangan terhadap infeksi (penurunan sistem imun, pemeriksaan lab : GDPP)
Hasil : Terjadi penurunan system imun akibat penyakit. Hasil pemeriksaan : GDPP = 232 mg/dl ;
3.  Menginstruksikan untuk menjaga higiene personal
Hasil : Klien mengikuti intruksi unutk menjaga hygiene personal seperti mandi dan berpakaian
4.  Mempertahankan teknik steri jika melakukan tindakan pada pasien
Hasil : Melakukan pemeriksaan lab seperti tes GDPP dengan alat steril
5.  Mengamati penampilan praktik higiene personal
Hasil : Penampilan hygiene personal Ny. A baik, bersih, dan rapi
6.  Penatalaksanaan : Pemberian terapi antibiotik (bila perlu) dan pemeriksaan lab rutin
Hasil : Klien tidak melakuakn terapi antibiotic
S : Klien mengatakan tidak terdapat luka pada tubuh
O : GDPP = 232 mg/dl ; Kortisol = 1297 nmol/l ; ACTH = 5 pg/ml
A : Masalah Teratasi
P : Pertahanakan Intervensi 1, 2, 3, dan 4

STEP 4

PETA KONSEP SEMENTARA
Anatomi dan fisiologi system endokrin
Konsep medis dan konsep keperawatan syndrome cushing
Patomekanisme Moon face pada Ny. A
Patomekanisme badan lemah dan lelah pada Ny. A
Patomekanisme badan gemetar pada Ny. A
Hubungan syndrome cushing dengan kehamilan
Hubungan syndrome cushing dengan DM
Patomekanisme mata kabur pada Ny. A
Patomekanisme rambut rontok pada Ny. A
Patomekanisme striae pada Ny. A
Klasifikasi pada syndrome cushing
Hasil interpretasi pemeriksaan pada kortisol & ACTH
Prosedur pemeriksaan pada kortisol & ACTH


















STEP 5
PERTANYAAN TAMBAHAN
1.     Apakah kortisol, & ACTH Berpengaruh Pada Penurunan Sistem Imun ??

STEP 6
JAWABAN ATAS PERTANYAAN TAMBAHAN
1.     Iya !!!
ACTH merupakan suatu rantai lurus polipeptida, yang pada manusia terdiri dari 39 asam amino. Pada keadaan basal kecepatan sekresi ACTH diatur oleh mekanisme umpan balik negatif hormon korteks adrenal (terutama kortisol) dalam darah. Pengaturan sekresi ACTH juga diatur oleh corticotropin releasing hormone (CRH) yang diproduksi di hipotalamus. CRH sampai ke hipofisis anterior melalui pembuluh darah portal hipotalamo-hipofisis.Sistem saraf, endokrin, dan sistem imun saling berhubungan dengan memanfaatkan berbagai substansi penghantar sinyal stres dan reseptor sinyal, yang berakibat terjadi pengaturan perilaku sel pada sistem imun. Stres dapat menyebabkan peningkatan kortisol dan katekolamin sehingga akan menekan aktivitas sel imunokompeten yang berakibat pada penurunan ketahanan tubuh.
Sekresi ACTH juga dipengaruhi oleh berbagai rangsang saraf yang sampai pada median eminens hipotalamus melalui serabut aferen dan menyebabkan pengeluaran CRH. Sebagai contoh, rangsangan pada reseptor rasa nyeri diteruskan ke saraf aferen perifer dan traktus spinotalamikus, akhirnya sampai pada median eminens hipotalamus dan menyebabkan sekresi CRH yang kemudian dialirkan ke adenohipofisis yang kemudian melepas ACTH. Reaksi emosi/stres (takut, marah, cemas) melalui saraf aferen yang menuju ke hipotalamus juga dapat merangsang sekresi hormon korteks adrenal.
Ketika tingkat stres yang lebih tinggi, hormon kortisol juga melonjak. Di samping itu, tubuh menjadi lemah dan sistem kekebalan tubuh terhadap infeksi berkurang. Mereka dengan kecemasan tinggi memproduksi rata-rata 11 persen hormon kortisol lebih daripada orang-orang dengan kecemasan rendah. Semakin cemas peserta maka mereka memiliki antara 11 persen dan 22 persen sel kekebalan tubuh yang lebih sedikit. Para peneliti menggunakan air liur peserta dan sampel darah untuk menguji tingkat stres yang berhubungan dengan hormon kortisol dan jumlah sel tertentu yang berkaitan dengan kekebalan tubuh, demikian yang dilansir Healthmeup. Penelitian yang dilakukan di Amerika ini menunjukkan bahwa stres dapat bertindak sebagai stressor kronis yang dapat memengaruhi kekebalan tubuh.




















                                                                                                                                  






STEP 7

PETA KONSEP SEMPURNA

Anatomi dan fisiologi system endokrin
Konsep medis dan konsep keperawatan syndrome cushing
Patomekanisme Moon face pada Ny. A
Patomekanisme badan lemah dan lelah pada Ny. A
Patomekanisme badan gemetar pada Ny. A
Hubungan syndrome cushing dengan kehamilan
Hubungan syndrome cushing dengan DM
Patomekanisme mata kabur pada Ny. A
Patomekanisme rambut rontok pada Ny. A
Patomekanisme striae pada Ny. A
Klasifikasi pada syndrome cushing
Hasil interpretasi pemeriksaan pada kortisol & ACTH
Prosedur pemeriksaan pada kortisol & ACTH
Apakah kortisol, & ACTH Berpengaruh Pada Penurunan Sistem Imun Berpengaruh Pada Penurunan Sistem Imun




















                                    


DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. Heather. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Ahli Bahasa : Made Sumaryati, Nike Budhi Subekti ; Editor Edisi Bahasa Indonesia : Barrarah Barlid, Monica Ester, Wari Praptiani. Jakarta : EGC, 2012.

Wilkinson, Judith M. Buku Saku Diagnosa Keperawatan : Diagnosa NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Alih Bahasa : Esty Wahyuningsih ; Editor edisi  Bahasa Indonesia : Dwi Widiarti. Ed. 9. Jakarta : EGC.

Hernaningsi, Y. Soehita, 5, 2005, Sindrom Cushing Pada Kehamilan. Indonesia Journal Of Clinical Pathology and Medical Laboratory, 23-30.

Lestari. Kamus Keperawatan. Penerbit : Buana Press

Vieluppy Nurse. 2014. Askep dengan Cushing Syndrom. diaskes at blogspot, 13 mei 2012 (http://Nursevieluppy.blogspot.com/2012/05/13/Askep-dengan-Cushing-Syndrom.html)

Rina Amelia. 2014. Askep Hiperfungsi Kelenjar Adrenal. diaskes at blogspot, 07 maret 2011 (http://Ameliarina.blogspot.com/2011/03/07/Askep-Hiperfungsi-Kelenjar-Adrenal.html)




LAPORAN DISKUSI
Hari/Tanggal   :           Selasa 13 Mei 2014
Jam                  :           12.00-14.00
Pembimbing    :           Ns. Rosita Samuel, S.Kep
Peserta            :           Kelompok II (8 peserta/Hendranus Suprianto & Zainudin Pattiha Tidak Hadir)
Pertemuan      :           Diskusi Mandiri Pertama
Kegiatan          :           Diskusi Kasus Cushing Syndrom
Ø  Membahas scenario : klarifikasi istilah-istilah sulit, klarifikasi kata-kata kunci (step 1); menentukan masalah utama/problem kunci , membuat pertanyaan (step 2).
Ø  Membagi tugas untuk menjawab setiap pertanyaan penting pada masing-masing anggota kelompok.





Hari/Tanggal   :           Rabu / 14 Mei 2014
Jam                  :           13.00-14.00
Pembimbing    :           Ns. Rosita Samuel, S.Kep
Peserta            :           Kelompok II (6 peserta / Fredyrikus Carlokum, Hendra Suprianto, Krispinus
Daru, & Valentina Rumlus Tidak Hadir)
Pertemuan      :           Pertama Tutorial
Kegiatan          :           Diskusi Tutorial Kasus Cushing Syndrom
Ø  Penjelasan modul dan tata cara penyelesaian modul serta pembagian  kelompok diskusi (ketua, sekertaris 1, sekertaris 2, dan anggota diskusi).
Ø  Diskusi tutorian 1 dipimpin oleh mahasiswa yang dipilih menjadi ketua serta dipilih menjadi sekertaris kelompok, dan difasilitasi oleh tutor.
Ø  Membahas kembali scenario : klarifikasi istilah-istilah sulit, klarifikasi kata-kata kunci (step 1); menentukan masalah utama/problem kunci , membuat pertanyaan (step 2).




Hari/Tanggal   :           Sabtu / 17 Mei 2014
Jam                  :           09.00-11.00
Pembimbing    :           Ns. Rosita Samuel, S.Kep
Peserta            :           Kelompok II (9 peserta / Zainuddin Pattiha Tidak Hadir)
Pertemuan      :           Kedua Tutorial
Kegiatan          :           Diskusi Tutorial Kasus Cushing Syndrom
Ø  Diskusi tutorial 2 dipimpin oleh mahasiswa yang dipilih menjadi ketua serta dipilih menjadi sekertaris kelompok yang difasilitasi oleh tutor.
Ø  Menjawab dan membahas pertanyaan penting (step 3) : melaporkan informasi hasil analisa dan jawaban dari setiap pertanyaan pada step 2 melalui persentasi (PPT). Dan tutor menambah serta memperjelas jawabab dari setiap mahasiswa.
Ø  Diskusi dilanjutkan dengan buat peta konsep sementara dari masalah yang dibahas pada scenario mulai step 1 sampai step 3.



Hari/Tanggal   :           Selasa / 20 Mei 2014
Jam                  :           13.00-14.00
Pembimbing    :           Ns. Rosita Samuel, S.Kep
Peserta            :           Kelompok II (10 peserta / Semua Hadir)
Pertemuan      :           Ketiga Tutorial
Kegiatan          :           Diskusi Tutorial Kasus Cushing Syndrom
Ø  Diskusi tutorial 3 dipimpin oleh mahasiswa yang dipilih menjadi ketua serta dipilih menjadi sekertaris kelompok yang difasilitasi oleh tutor.
Ø  Melanjutkan menjawab dan membahas pertanyaan penting (step 3) : melaporkan informasi hasil analisa dan jawaban dari setiap pertanyaan pada step 2 melalui persentasi (PPT). Dan tutor menambah serta memperjelas jawabab dari setiap mahasiswa.
Ø  Diskusi dilanjutkan dengan membuat pertanyaan tambahan (Step 5) dari masalah dan pembahasan yang kurang di mengerti.


Hari/Tanggal   :           Jumat / 23 Mei 2014
Jam                  :           09.00-09.30
Pembimbing    :           Ns. Rosita Samuel, S.Kep
Peserta            :           Kelompok II (10 peserta / Semua Hadir)
Pertemuan      :           Keempat Tutoria
Kegiatan          :           Diskusi Tutorial Kasus Cushing Syndrom
Ø  Diskusi tutorial 4 dipimpin oleh mahasiswa yang dipilih menjadi ketua serta dipilih menjadi sekertaris kelompok yang difasilitasi oleh tutor.
Ø  Membahas dan menjawab pertanyaan tambahan (step 6) dari pertanyaan pada atep 5 melalui persentasi (PPT). Dan tutor menambah serta memperjelas jawabab dari setiap mahasiswa.
Ø  Diskusi dilanjutkan dengan buat peta konsep sempurna (step 7) dari masalah yang dibahas pada scenario, serta pertanyaan dan jawaban yang telah dibahas dari step 1 sampai step 6.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar