Asuhan
Keperawatan Pasien dengan Gangangguan Hipopituitari
HIPOPITUITARI
A. Definisi
Hipofungsi kelenjar
hipofisis (hipopituitarisme) dapat terjadi akibat penyakit pada kelenjar
sendiri atau pada hipotalamus. (Robbins Cotran Kumar)
Hipopitutarisme is pituitary
insuffisienency from destruction of the anterior lobe of the pituitary gland. (Diane
C. Baughman)
Hipopituitarisme
mengacu kepada keadaan sekresi beberapa hormon hipofisis anterior yang sangat
rendah. (Elizabeth C Erorwin)
Hipopituitarisme adalah
hiposekresi satu atau lebih hormon hipofise anterior. (Barbara C. Long)
Hipopituitarisme adalah
disebabkan oleh macam – macam kelainan antara lain nekrosis, hipofisis post
partum (penyakit shecan), nekrosis karena meningitis basalis trauma tengkorak,
hipertensi maligna, arteriasklerosis serebri, tumor granulema dan lain – lain (Kapita
Selekta Edisi:2)
B. Anatomi Fisiologi
Secara Anatomi, Hypofisis cerebri
atau glandula pituitari adalah struktur lonjong kecil yang melekat pada
permukaan bawah otak melalui infundibulum. Lokasinya sangat terlindungi baik
yaitu terletak pada sella turcica ossis sphenoidalis. Disebut master endocrine
gland karena hormon yang dihasilkan kelenjar ini banyak mempengaruhi kelenjar
endokrin lainnya.
Dibagi menjadi 2 (dua) lobus, yaitu:
1. Lobus anterior (
adenohypofisis),
dibagi lagi menjadi:
a. Pars anterior ( pars
distalis )
b. Pars intermedia
Dipisahkan oleh suatu
celah,
sisa kantong embrional.
Juluran dari pars
anterior yaitu pars
tuberalis meluas keatas
sepanjang
permukaan anterioar dan
lateral
tangkai hypofisis.
2. Lobus posterior
(neurohypofisis)
Dibagi menjadi 2 (dua) lobus, yaitu:
Dengan Vaskularisasi Arteri carotis interna bercabang Arteri Hypophysialis superior dan inferior. Vena bermuara
ke dalam sinus intercavernosus.
Secara Histologi,
kelenjar hipofise terbagi menjadi dua bagian yaitu: adenohipofise, dan
neurohipofise.
a.
Adenohipofise
1.
Pars distalis
Bagian ini merupakan
bagian utama dari kelenjar hypofisis krn meliputi 75% dari seluruh kelenjar.
Dengan sedian yang diberi pewarnaan HE dapat dibedakan menjadi 2 macam sel :
a. Sel Chromophobe (Sel utama)
Sitoplasma tidak
menyerap bahan warna sehingga tampak intinya saja, ukuran selnya kecil. Sel ini
biasanya berkelompok dibagian tengah dari lempengan sel chromofil sehingga ada
dugaan bahwa sel ini merupakan sel yang sedang tidak aktif dan nantinya dapat
berubah menjadi sel acidofil atau sel basofil pada saat diperlukan.
b. Sel Kromofil
Bagian ini terdiri dari
:
1.
Sel Acidophil
Ukurannya lebih besar
dengan batas yang jelas dan dengan pewarnaan HE rutin sitoplasmanya berwarna
merah muda. Berdasakan reaksinya terhadap bahan cat, dapat dibedakan menjadi 2
sel:
a. Sel orangeophil (alpha
acidophil = sel somatrotope)
Sel ini dapat dicat
dengan orange-G, menghasilkan hormon GH
b.
Sel carminophil (epsilon acidhophil = sel mammotrope)
Sel ini bereaksi baik
terhapat cat azocarmin. Jumlah sel ini meningkat selama dan setelah kehamilan.
Hormon yang dihasilkan hormon prolaktin
2.
Sel Basophil
Sel ini memiliki inti
lebih besar dari sel acidiphil dan dengan pewarnaan HE sitoplasmanya tampak
berwarna merah ungu atau biru. Bila memakai pengecatan khusus aldehyde fuchsin,
dapat dibedakan 2 macam sel :
a.
Sel beta basophil (sel thyrotrophic)
Sel ini tercat baik
dengan aldehyde – fuchsin dan menghsilkan hormon thyrotropic hormone
b.
Sel delta basophil
Sel ini tercat baik
dengan aldehyde – fuchsin dan menghsilkan hormon thyrotropic hormone.
Dengan perwarnaan
aldehyde – fuchsin tidak tercat dengan baik. Berdasarkan hormon yang dibentuk,
diduga sel ini ada 3 macam:
1.
Sel Gonadotropin tipe I menghasilkan
FSH
2.
Sel Gonadotropin tipe II
menghasilkan LH
3.
Sel Corticotrophic menghasilkan hormon ACTH, pada manusia sel ini membentuk melanocyte
stimulating hormone ( MSH)
2.
Pars intermedia
Bagian hypophysis ini
pada manusia mengalami rudimenter, dan tersusun dari suatu lapisan sel tipis
yang berupa lempengan – lempengan yang tidak teratur dan gelembung yang berisi
koloid. Pada manusia diduga membentuk melanocyte stimulating hormon ( MSH )
yang akan merangsang kerja sel melanocyte untuk membentuk pigmen lebih banyak.
Tetapi hal ini masih dalam penelitian lebih lanjut.
b.
Neurohipofise
Terdiri
dari dua macam struktur:
1.
Pars Nervousa: infundibular processus
2.
Infundibulum: neural stalk
(merupakan tangkai yang menghubungkan neurohipofise dengan hipotalamus)
Bagian ini tersusun dari:
a.
Serabut syaraf tak bermyelin yang berasal dari neuro secretory cell hypotalamus yang dihubungkan melalui
hypotalamo – hypophyseal tract.
b.
Sel Pituicyte: sel ini menyerupai neuroglia yaitu selnya kecil dan mempunyai pelanjutan-
pelanjutan sitoplasma yang pendek.
Ciri khas yang terdapat
dalam neuro – hipophyse ini adalah adanya suatu struktur yang disebut herring’s
bodies yang merupakan neurosekret dari neuro-secretory cell dari hypotalamus
yang kemudian dialirkan melalui axon dan ditimbun dalam neuro hypophyse sebagai
granul. Hormon – hormon yang dihasilkan oleh bagian ini adalah : ADH
(vasopressin ), oxytocin.
Dipandang dari sudut fisiologi, kelenjar hipofisis
dibagi menjadi:
1. Hipofisis Anterior (Adenohipofisis)
Hormon yang dikeluarkan oleh hipofisis anterior berperan utama dalam
pengaturan fungsi metabolisme di seluruh tubuh. Hormon-hormonnya yaitu:
a.
Hormon Pertumbuhan
Meningkatkan
pertumbuhan seluruh tubuh dengan cara mempengaruhi pembentukan protein,
pembelahan sel, dan deferensiasi sel.
b.
Adrenokortikotropin (Kortikotropin)
Mengatur sekresi
beberapa hormon adrenokortikal, yang selanjutnya akan mempengaruhi metabolism
glukosa, protein dan lemak.
c.
Hormon perangsang Tiroid (Tirotropin)
Mengatur kecepatan
sekresi tiroksin dan triiodotironin oleh kelenjar tiroid, dan selanjutnya
mengatur kecepatan sebagian besar reaksi kimia diseluruh tubuh.
d.
Prolaktin
Meningkatkan
pertunbuhan kelenjar payudara dan produksi air susu.
e.
Hormon Perangsang Folikel dan Hormon Lutein
Mengatur pertumbuhan
gonad sesuai dengan aktivitas reproduksinya.
2. Hipofisis Posterior (Neurohipofisis)
Ada 2 jenis hormon:
a.
Hormon Antideuretik (disebit juga vasopresin)
Mengatur kecepatan
ekskresi air ke dalam urin dan dengan cara ini akan membantu mengatur
konsentrasi air dalam cairan tubuh.
b.
Oksitosis.
Membantu menyalurkan
air susu dari kelenjar payudara ke putting susu selama pengisapan dan mungkin
membantu melahirkan bayi pada saat akhir masa kehamilan.
3. Pars Intermedia
Daerah kecil diantara hipofisis anterior dan posterior yang relative
avaskular, yang pada manusia hamper tidak ada sedangkan pada bebrapa jenis
binatang rendah ukurannya jauh lebih besar dan lebih berfungsi.
Pembuluh darah yang menghubungkan hipotalamus dengan sel- sel kelenjar
hipofisis anterior. Pembuluh darah ini berkhir sebagai kapiler pada kedua
ujungnya, dan makanya disebut system portal.dalam hal ini system yang
menghubungkan hipotalamus dengan kelenjar hipofisis disebut juga system portal
hipotalamus – hipofisis. System portal merupakan saluran vascular yang penting
karena memungkinkan pergerakan hormone pelepasan dari hypothalamus ke kelenjar
hipofisis, sehingga memungkinkan hypothalamus mengatur fungsi hipofisis.
Rangsangan yang berasal dari tak mengaktifkan neuron dalam nucleus hypothalamus
yang menyintesis dan menyekresi protein degan berat molekul yang rendah.
Protein atau neuro hormone ini dikenal sebagai hormone pelepas dan penghambat.
Hormon –hormon ini dilepaskan ke dalam pembuluh darah system portal dan akhirnya
mencapai sel – sel dalam kelenjar hipofisis. Dalam rangkaian kejadian tersebut
hormon- hormon yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis diangkt bersama darah
dan merangsang kelenjar-kelenjar lain ,menyebabkan pelepasan hormon – hormon
kelenjar sasaran. Akhirnya hormon – hormon kelenjar sasaran bekerja pada
hipothalamus dan sel – sel hipofisis yang memodifikasi sekresi hormon.
C. Etiologi
Hipopiutuitarisme dapat
terjadi akibat malfungsi kelenjar hipofisis atau hipotalamus. Penyebabnya
menyangkut :
1. Infeksi atau peradangan oleh : jamur, bakteri
piogenik.
2. Penyakit autoimun (Hipofisis limfoid autoimun)
3. Tumor, misalnya dari sejenis sel penghasil hormon
yang dapat mengganggu pembentukan salah satu atau semua hormon lain.
4. Umpan balik dari organ sasaran yang mengalami
malfungsi. Misalnya, akan terjadi penurunan sekresi TSH dari hipofisis apabila
kelenjar tiroid yang sakit mengeluarkan HT dalam kadar yang berlebihan.
5. Nekrotik hipoksik (kematian akibat kekurangan O2)
hipofisis atau oksigenasi dapat merusak sebagian atau semua sel penghasil
hormon. Salah satunya sindrom sheecan, yang terjadi setelah perdarahan
maternal.
D. Patofisiologi
Penyebab hipofungsi hipofisis dapat bersifat
primer dan sekunder. Primer bila gangguannya terdapat pada kelenjar hipofisis
itu sendiri dan sekunder bila gangguan terdapat pada hipotalamus, penyebab
tersebut diantaranya:
1.
Defek
perkembangan kongenital, seperti pada dwarfisme pituitari.
2.
Tumor yang
merusak hipofise atau merusak hipotalamus.
3.
Iskemia,
seperti pada nekrosis post parfum.
Hipopituitary
pada orang dewasa dikenal sebagai penyakit simmods yang ditandai dengan
kelemahan umum: intolesansi terhadap dingin, nafsu makan buruk, penurunan BB
dan hipotensi. Wanita yang mengalami penyakit ini tidak akan mengalami
menstruasi dan pada pria akan menderita impotensi dan kehilangan libido. Pada
masa kanak-kanak akan menyebabkan dwafirasme (kerdil).
E. Tanda dan Gejala
1. Sakit kepala dan gangguan penglihatan atau adanya
tanda – tanda tekanan intara kranial yang meningkat. Mungkin merupakan gambaran
penyakit bila tumor menyita ruangan yang cukup besar.
2. Gambaran dari produksi hormon pertumbuhan yang
berlebih termasuk akromegali (tangan dan kaki besar demikian pula lidah dan
rahang), berkeringat banyak, hipertensi dan artralgia (nyeri sendi).
3. Hiperprolaktinemia: amenore atau oligomenore galaktore (30%), infertilitas
pada wanita, impotensi pada pria.
4. Sindrom Chusing : obesitas sentral, hirsutisme, striae, hipertensi,
diabetes mellitus, osteoporosis.
5. Defisiensi hormon pertumbuhan : (Growt Hormon = GH) gangguan pertumbuhan
pada anak – anak.
6. Defisiensi Gonadotropin : impotensi, libido menurun, rambut tubuh rontok
pada pria, amenore pada wanita.
7. Defisiensi TSH : rasa lelah, konstipasi, kulit
kering gambaran laboratorium dari hipertiroidism.
8. Defisiensi Kortikotropin : malaise, anoreksia, rasa
lelah yang nyata, pucat, gejala – gejala yang sangat hebat selama menderita
penyakit sistemik ringan biasa, gambaran laboratorium dari penurunan fungsi
adrenal.
9. Defisiensi Vasopresin : poliuria, polidipsia,
dehidrasi, tidak mampu memekatkan urin.
F. Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorik.
Pengeluaran 17 ketosteroid dan 17 hidraksi
kortikosteroid dalam urin menurun, BMR menurun.
2. Pemeriksaan Radiologik / Rontgenologis Sella
Tursika
a.
Foto polos kepala
b.
Poliomografi berbagai arah (multi direksional)
c.
Pneumoensefalografi
d.
CT Scan
e.
Angiografi serebral
3. Pemeriksaan Lapang Pandang
a.
Adanya kelainan lapangan pandang mencurigakan
b. Adanya tumor hipofisis yang menekan kiasma optik
4. Pemeriksaan Diagnostik
a.
Pemeriksaan kartisol, T3 dan T4, serta esterogen
atau testosteron
b. Pemeriksaan ACTH, TSH, dan LH
c.
Tes provokasi dengan menggunakan stimulan atau
supresan hormon, dan dengan melakukan pengukuran efeknya terhadapkadar hormon
serum.
G. Komplikasi
1. Gangguan hipotalamus.
2. Penyakit organ ’target’ seperti gagal tiroid primer, penyakit addison atau
gagal gonadal primer.
3. Penyebab sindrom chusing lain termasuk tumor adrenal, sindrome ACTH
ektopik.
4. Diabetes insipidus psikogenik atau nefrogenik.
5. Syndrom parkinson
H. Penatalasanaan Medik
1. Kausal.
Bila disebabkan oleh tumor, umumnya dilakukan
radiasi. Bila gejala – gejala tekanan oleh tumor progresif dilakukan operasi.
2. Terapi Substitusi
a.
Hidrokortison antara 20 – 30 mg sehari
diberikan per–os, umumnya disesuaikan dengan siklus harian sekresi steroid yaitu 10 – 15 mg waktu pagi, 10 mg waktu malam. Prednison dan deksametason tidak diberikan karena kurang menyebabkan retensi garam dan air, bila terdapat stres (infeksi, operasi dan lain - lain), dosis oral dinaikkan atau diberikan parenteral. Bila terjadi krisis adrenal atasi syok segera dengan pemberian cairan per-infus NaCl-glukosa, steroid dan vasopreses.
diberikan per–os, umumnya disesuaikan dengan siklus harian sekresi steroid yaitu 10 – 15 mg waktu pagi, 10 mg waktu malam. Prednison dan deksametason tidak diberikan karena kurang menyebabkan retensi garam dan air, bila terdapat stres (infeksi, operasi dan lain - lain), dosis oral dinaikkan atau diberikan parenteral. Bila terjadi krisis adrenal atasi syok segera dengan pemberian cairan per-infus NaCl-glukosa, steroid dan vasopreses.
b. Puluis tiroid / tiroksin diberikan setelah terapi
dengan hidrokortison.
c.
Testosteron pada penderita laki – laki berikan
suntikan testosteron enantot atau testosteron siprionat 200 mg intramuskuler
tiap 2 minggu. Dapat juga diberikan fluoxymestron 10 mg per-os tiap hari.
d. Esterogen diberikan pada wanita secara siklik untuk
mempertahankan siklus haid. Berikan juga androgen dosis setengah dosis pada
laki – laki hentikan bila ada gejala virilisasi ’’growth hormone’’ bila
terdapat dwarfisme (cebol).
3. Tumor hipofisis, diobati dengan pembedahan
radioterapi atau obat (misal : akromegali dan hiperprolaktinemia dengan
hymocriptine). Beberapa cara pengobatan sering dilakukan.
4. Defisiensi hormon host diobati sebagai berikut :
penggantian GH untuk defisiensi GH pada anak – anak, tiroksin dan kortison
untuk defisiensi TSH dan ACTH, penggantian androgen atau esterogen untuk
defisiensi gonadotropin sendiri (isolated) dapat diobati dengan penyuntikan FSH
atau HCG.
5. Desmopressin dengan insuflasi masal dalam dosis terukur.
I.
Penatalaksanaan Keperawatan
1.
Pemberian
hormon pertumbuhan sintesis (oksigen).
2.
Ciptakan agar
kondisi klien dapat dengan bebas mengungkapkan perasaan dan fikirannya tentang
perubahan tubuh yang dialaminya.
3.
Bangkitkan
motivasi agar klien mau melaksanakan program pengobatan yang sudah ditentukan.
4.
Anjurkan klien
memeriksakan diri secara teratur ke tempat pelayanan terdekat.
5.
Anjurkan pada
keluarga untuk dapat membantu klien memenuhi kebutuhan sehari-harinya bila
diperlukan serta dapat menciptakan lingkungan yang kondusif dalam keluarga
seperti menghindari perselisihan atau persaingan yang tidak sehat.
6.
Bantu klien
untuk mengembangkan sisi positif yang dimiliki serta bantu untuk beradaptasi.
7.
Ajarkan klien
cara melakukan perawatan kulit secara teratur setiap hari.
8. Berikan
pendidikan kesehatan tentang penyakitnya, pengobatannya, dan kunci keberhasilan
pengobatan
J. Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Hipopituitari
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada klien dengan kelainan ini antara lain mencakup:
a) Riwayat penyakit masa lalu
Adakah penyakit
atau trauma pada kepala yang pernah diderita klien, serta riwayat radiasi pada
kepala.
b)
Sejak kapan keluhan dirasakan
Dampak
defisiensi GH mulai tampak pada masa balita sedang defisiensi gonadotropin
nyata pada masa praremaja.
c)
Apakah keluhan terjadi sejak lahir.
Tubuh kecil dan
kerdil sejak lahir terdapat pada klien kretinisme.
d) Kaji TTV
dasar untuk perbandingan dengan hasil pemeriksaan yang akan datang.
e) Berat dan tinggi badan saat lahir atau kaji pertumbuhan fisik klien.Bandingkan
perumbuhan anak dengan standar.
f) Keluhan
utama klien:
1. Pertumbuhan
lambat.
2. Ukuran otot dan tulang kecil.
3. Tanda – tanda seks sekunder tidak berkembang, tidak ada rambut pubis dan
rambut axila, payudara tidak tumbuh,
penis tidak tumbuh, tidak mendapat haid, dan lain – lain.
penis tidak tumbuh, tidak mendapat haid, dan lain – lain.
4. Interfilitas.
5. Impotensi.
6. Libido menurun.
7. Nyeri senggama pada wanita.
g) Pemeriksaan fisik
Amati bentuk
dan ukuran tubuh, ukur BB dan TB, amati bentuk dan ukuran buah dada,
pertumbuhan rambut axila dan pubis pada klien pria amati pula pertumbuhan
rambut wajah (jenggot dan kumis).
h) Palpasi kulit, pada wanita biasanya menjadi kering dan kasar.
i) Tergantung pada penyebab hipopituitary, perlu juga dikaji data lain sebagai
data penyerta seperti bila penyebabnya adalah tumor maka perlu dilakukan
pemeriksaan terhadap fungsi serebrum dan fungsi nervus kranialis dan adanya
keluhan nyeri kepala.
j) Kaji pula dampak perubahan fisik terhadap kemapuan klien dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya.
k) Data penunjang dari hasil pemeriksaan diagnostik seperti : Foto kranium
untuk melihat pelebaran dan atau erosi sella tursika.
l) Pemeriksaan serta serum darah : LH dan FSH GH, androgen, prolaktin,
testosteron, kartisol, aldosteron, test stimulating yang mencakup uji toleransi
insulin dan stimulasi tiroid releasing hormone.
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang dapat dijumpai pada klien hipopituitary adalah :
a) Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan struktur tubuh dan
fungsi tubuh akibat defisiensi gonadotropin dan defisiensi hormon pertumbuhan.
b) Koping
individu tak efektif berhubungan dengan kronisitas kondisi penyakit.
c) Harga diri
rendah berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh.
d) Gangguan
persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan gangguan transmisi impuls
sebagai akibat penekanan tumor pada nervus optikus.
e) Ansietas
berhubungan dengan ancaman atau perubahan status kesehatan.
f)
Defisit
perawatan diri berhubungan dengan menurunnya kekuatan otot.
g)
Resiko
gangguan integritas kulit (kekeringan) berhubungan dengan menurunnya kadar
hormonal.
3. Intervensi
Secara umum tujuan yang diharapkan dari perawatan
klien dengan hipofungsi hipofisis adalah:
1. Klien memiliki kembali citra tubuh
yang positif dan harga diri yang tinggi.
2. Klien dapat berpartisipasi aktif
dalam program pengobatan.
3. Klien dapat
memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari.
4. Klien bebas
dari rasa cemas.
5. Klien terhindar
dari komplikasi
|
Diagnosa
|
Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan struktur tubuh dan
fungsi tubuh akibat defisiensi gonadotropin dan defisiensi hormon
pertumbuhan.
|
|
Tujuan
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien memiliki kembali citra
tubuh yang positif dan harga diri yang tinggi.
|
|
Kriteria
Hasil
|
1. Melakukan kegiatan penerimaan,
penampilan misalnya: kerapian, pakaian, postur tubuh, pola makan, kehadiran
diri.
2. Penampilan dalam perawatan diri /
tanggung jawab peran.
|
|
Intervensi
|
1. Dorong individu untuk
mengekspresikan perasaan.
Rasional: Kita dapat mengkaji sejauh mana tingkat penolakan
terhadap kenyataan akan kondisi fisik
tubuh, untuk mempercepat teknik penyembuhan / penanganan.
2. Dorong individu untuk bertanya
mengenai masalah, penanganan, perkembangan, prognosa kesehatan.
Rasional: Dengan mengetahui proses perjalanan penyakit tersebut maka klien secara bertahap akan mulai
menerima kenyataan.
3. Tingkatkan
komunikasi terbuka, menghindari kritik / penilaian tentang perilaku klien.
Rasional:Membantu untuk tiap individu untuk memahami area dalam program sehingga
salah pemahaman
tidak terjadi.
4. Berikan
kesempatan berbagi rasa dengan individu yang mengalami pengalaman yang sama.
Rasional: Sebagai problem solving
5. Bantu staf
mewaspadai dan menerima perasaan sendiri bila merawat pasien lain.
Rasional: Perilaku menilai, perasaan jijik, marah dan aneh dapat mempengaruhi
perawatan /ditransmisikan pada klien, menguatkan harga negatif / gambaran.
|
|
Diagnosa
|
Koping individu tak efektif berhubungan dengan
kronisitas kondisi penyakit
|
|
Tujuan
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan tingkat koping individu meningkat.
|
|
Kriteria
Hasil
|
1. Mengungkapkan
perasaan yang berhubungan
dengan keadaan emosional.
2. Mengidentifikasi
pola koping personal
dan konsekuensi perilaku yang diakibatkan.
3. Mengidentifikasi
kekuatan personal dan
menerima dukungan melalui hubungan keperawatan.
4. Membuat
keputusan dan dilanjutkan dengan
tindakan yang sesuai / mengubah situasi provokatif dalam lingkungan personal. |
|
Intervensi
|
1. Kaji status koping individu yang
ada.
Rasional: Meningkatkan
proses interaksi sosial karena klien mengalami peningkatan komunikatif.
2. Berikan dukungan jika individu
berbicara.
Rasional: Klien meningkatkan rasa percaya diri kepada orang lain.
3. Bantu individu untuk memcahkan
masalah (problem solving).
Rasional: Dengan berkurangnya ketegangan, ketakutan
klien akan menurun dan tidak mengucil /
mengisolasikan diri dari lingkungan.
4. Instruksikan
individu untuk melakukan teknis relasi, dalam proses teknik pembelajaran
penatalaksanaan stress.
Rasional: Ketepatan penanganan dan proses penyembuhan.
5. Kolaborasi
dengan tenaga ahli psikologi untuk proses penyuluhan.
Rasional: Klien mengerti tentang penyakitnya.
|
|
Diagnosa
|
Harga diri rendah berhubungan
dengan perubahan penampilan tubuh.
|
|
Tujuan
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan harga diri meningkat.
|
|
Kriteria
Hasil
|
1. Mengungkapkan
hasil perasaan dan pikiran mengenai diri.
2. Mengidentifikasikan dua atributif
positif mengenai diri.
|
|
Intervensi
|
1. Bina hubungan saling percaya
perawat dan klien.
Rasional: Rasa percaya diri meningkat, pasien menerima kenyataan akan
penampilan tubuh.
2. Tingkatkan interaksi sosial.
Rasional: Pasien akan merasa berarti, dihargai, dihormati, serta diterima
oleh lingkungan.
3. Diskusikan harapan /keinginan /
perasaan.
Rasional: Dengan cara pertukaran pengalaman perasaan
akan lebih mampu dalam mencegah faktor penyebab terjadinyaharga diri rendah.
4. Rujuk ke pelayanan pendukung.
Rasional: Memberikan tempat untuk pertukaran masalah dan pengalaman yang
sama.
|
|
Diagnosa
|
Gangguan persepsi sensori
(penglihatan) berhubungan dengan gangguan transmisi impuls sebagai akibat
penekanan tumor pada nervus optikus.
|
|
Tujuan
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan penglihatan berangsur –angsur membaik.
|
|
Kriteria
Hasil
|
1. Menunjukkan
tanda adanya penurunan gejala yang menimbulkan gangguan persepsi sensori
2. Mengidentifikasi
dan menghilangkan faktor resiko jika mungkin.
3. Menggunakan
rasionalisasi dalam tindakan penanganan.
|
|
Intervensi
|
1. Kurangi
penglihatan yang berlebih.
Rasional: Mengurangi tingkat ketegangan otot mata, meningkatkan relaksasi
mata.
2. Orientasikan
terhadap keseluruhan 3 bidang (orang, tempat, waktu).
Rasional: Untuk mengetahui faktor penyebab melalui tes sensori indera
penglihatan.
3. Sediakan
waktu untuk istirahat bagi klien tanpa gangguan.
Rasional: Meningkatkan kepekaan indera penglihatan melalui stimulus indera
khususnya penglihatan.
4. Gunakan berbagai metode untuk
menstimulasi indera.
Rasional: Mempertahankan normalitas melalui waktu lebih muda bila tidak mampu
menggunakan penglihatan.
|
|
Diagnosa
|
Ansietas berhubungan dengan
ancaman atau perubahan status kesehatan.
|
|
Tujuan
|
Ansietas
berhubungan dengan perubahan status kesehatan berkurang.
|
|
Kriteria
Hasil
|
1.
Peningkatan kenyaman psikologis
dan fisik.
2.
Menggambarkan ansietas dan pola
kopingnya.
|
|
Intervensi
|
1. Bina hubungan
saling percaya.
Rasional: Komunikasi terapeutik dapat memudahkan tindakan.
2. Catat respon verbal non verbal
pasien.
Rasional: Mengetahui perasaan yang sedang dialami klien.
3. Berikan
aktivitas yang dapat menurunkan ketegangan.
Rasional: Kondisi rileks dapat menurunkan tingkat ancietas.
4. Jadwalkan
istirahat adekuat dan periode menghentikan tidur.
Rasional: Mengatasi kelemahan, menghemat energi dan dapat meningkatkan
kemampuan koping.
|
|
Diagnosa
|
Defisit perawatan diri berhubungan
dengan menurunnya kekuatan otot.
|
|
Tujuan
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan klien dapat aktif dalam aktifitas perawatan
diri.
|
|
Kriteria
Hasil
|
1.
Mengidentifikasi kemampuan
aktifitas perawatan diri.
2.
Melakukan kebersihan optimal
setelah bantuan dalam perawatan diberikan.
3. Berpartisipasi secara fisik / verbal dalam aktifitas, perawatan diri /
pemenuhan kebutuhan dasar.
|
|
Intervensi
|
1.
Kaji
faktor penyebab menurunnya defisit perawatan diri.
Rasional: Menghambat
faktor penyebab dapat meningkatkan perawatan diri.
2.
Tingkatkan
partisipasi optimal.
Rasional: Partisipasi optimal dapat memaksimalkan perawatan diri.
3.
Evaluasi kemampuan untuk
berpartisipasi dalam setiap aktivitas perawatan.
Rasional: Dapat menumbuhkan rasa percaya diri klien.
4.
Beri
dorongan untuk mengexpresikan perasaan tentang kurang perawatan diri.
Rasional: Dapat memberikan kesempatan pada klien untuk melakukan perawatan
diri.
|
|
Diagnosa
|
Resiko tinggi gangguan integritas
kulit (kekeringan) berhubungan dengan menurunnya kadar hormonal.
|
|
Tujuan
|
Setelah
dilakukan keperawatan integritas kulit dalam kondisi normal.
|
|
Kriteria
Hasil
|
1. Mengidentifikasi
faktor penyebab.
2. Berpartisipasi
dalam rencana pengobatan yang dilanjutkan untuk meningkatkan penyembuhan
luka.
3. Menggambarkan
etiologi dan tindakan pencegahan.
4. Memperlihatkan
integritas kulit bebas dari luka tekan.
|
|
Intervensi
|
1.
Pertahankan kecukupan masukan
cairan untuk hidrasi yang adekuat.
Rasional: Mengurangi ketidaknyamanan yang dihubungkan dengan membran mukosa yang
kering dan untuk rehidrasi.
2.
Berikan
dorongan latihan rentang gerak dan mobilisasi.
Rasional: Meningkatkan pemeliharaan fungsi otot / sendi.
3.
Ubah posisi atau mobilisasi.
Rasional: Meningkatkan posisi fungsional pada ekstrimitas.
4.
Tingkatkan masukan karbohidrat
dan protein untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif.
Rasional: Kelemahan dan kehilangan pengaturan metabolisme terhadap makanan
dapat mengakibatkan
malnutrisi.
5.
Pertahankan tempat tidur
sedatar mungkin.
Rasional: Posisi datar menjaga keseimbangan tubuh dan mencegah retensi cairan
pada daerah tertentu sehingga tidak terjadi edema lokal.
|
B.
Perawatan Preoperasi
•
Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan yang dilakukan.
•
Menjelaskan penggunaan tampon hidung selama 2-3
hari pasca operasi. Anjurkan klien bernafas
melalui mulut selama pemasangan tampon.
•
Menjelaskan penggunaan balut tekan yang ditempatkan dari bawah hidung,
menggosok gigi, batuk, bersin, karena hal ini dapat menghambat penyembuhan
luka.
•
Menjelaskan berbagai prosedur diagnostik yang diperlukan sebagai persiapan
operasi seperti pemeriksaan neurologik, hormonal, lapang pandang, swab
tenggorok untuk pemeriksaan kultur dan sensitivitas.
•
Pendidikan kesehatan dilakukan sebelum tindakan pembedahan dilaksanakan.
Setelah tindakan transpenoidal hipofisektomi, perawat menjelaskan agar klien
menghindari aktifitas yang dapat menghambat penyembuhan seperti mengejan,
batuk, dll. Juga jelaskan agar klien mengindahkan faktor-faktor yang dapat
mencegah obstipasi seperti makan makanan tinggi serat, minum air yang cukup,
pelunak feses bila diperlukan.
Perawatan Pascaoperasi
•
Amati respon neurologik klien dan catat perubahan penglihatan, disorientasi dan
perubahan kesadaran serta penurunan kekuatan motorik ekstrimitas.
•
Amati pula komplikasi pascaoperasi yang lazim terjadi seperti transient
insipidus (diabetes insipidus sesaat).
•
Anjurkan klien untuk melaporkan pada perawat bila terjadi pengeluaran sekret
dari hidung.
•
Tinggikan posisi kepala 30-45 derajat.
•
Kaji drainase nasal baik kualitas maupun kuantitas.
•
Hindari batuk, ajarkan klien bernafas dalam, lakukan hygiene oral secara
teratur.
•
Kaji tanda-tanda infeksi.
•
Kolaborasi pemberian gonadotropin, kortisol ; sebagai dampak hipofisektomi.
Pembedahan
a. Pembedahan transphenoidal
Pendekatan transphenoidal sering digunakan dalam melakukan reseksi
suatu adenoma. Sela tursika dicapai melalui sinus sphenoid, dan tumor diangkat
dengan bantuan suatu mikroskop bedah. Insisi dibuat antara gusi dan bibir atas.
Pendekatan ini pun digunakan untuk memasang implant. Suatu lubang dibuat pada
durameter pada jalan masuk sela tursika. Biasanya dirurup dengan lapisan fascia
yang diambil dari tungkai, sehingga pasien harus disiapkan untuk insisi
tungkai. Penampilan ini dilakukan untuk mencegah bocornya cairan serebrospinal
(CSF). Kebocoran CSF dapat terjadi beberapa hari postoperatif tapi harus
ditutup. Hidung mungkin mempet dan suatu sling perban ditempatkan dibawahnya
untuk mengabsorpsi drainage.
Monitoring terhadap adanya kebocoran CSF perlu dilakukan.
Data-data berikut harus diperhatikan :
1. Keluhan postnasal drip
2. Menelan yang konstan
3. Adanya halo ring pada nasal sling atau balutan (tanda
berupa cairan CSF yang jernih disekeliling cairan serosa yang lebih gelap
ditengahnya)
4. Memeriksa ada tidaknya glukosa pada drainase nasal.
Cairan serebrospinal mengandung glukosa, sedangkan cairan nasal tidak. Jika
tes glukosa positif, bahan pemeriksaan harus dikirim ke laboratorium untuk
konfirmasi lebih lanjut.
Jika terdapat kebocoran yang
menetap, pasien dianjurkan untuk tirah baring dengan kepala terangkat untuk
menggantikan tekanan pada tambalan yang sudah ditentukan. Seringkali kebocoran
CSF sembuh dengan sendirinya, tetapi kadang-kadang diperlukan perbaikan dengan
tindakan operasi. Aktivitas yang meningkatkan tekanan intrakranial harus
dihindari.
Nyeri kepala dapat timbul dan dapat
diobati dengan analgetik nonnarkotik tau cordein. Nyeri kepala persisten atau
rigiditas nuchal (kaku kuduk) dapat memberikan petunjuk akan adanya meningitis
dan hal ini harus segera dilaporkan. Karena kemungkinan terjadinya risiko
infeksi, maka antibiotik profilaktif dapat diberikan saat preoperatif atau
postoperatif.
Intervensi keperawatan lainnya
bagi pasien dengan operasi transphenoidal meliputi hal berikut :
1. Memberikan cairan peroral dan diet cairan
jernih segera setelah pasien sadar dan tak lagi merasa mual setelah tinadakan
anastesia.
2. Meningkatkan diet yang sesuai (anorexia
dapat timbul karena menurutnya sensasi penciuman).
3. Meyakinkan pasien bahwa kehilangan sensasi
penciuman hanya sementara dan akan membaik segera setelah penutup hidung nasal
sling diangkat.
4. Memberikan O2 dengan kelembaban tertentu
untuk menjaga kelembaban mukosa nasal dan oral.
5. Melakukan perawatan mulut
a. Jangan menggosok gigi (untuk
mencegah distrupsi benangjahitan).
b. Menggunakan kapas halus dan lembab pada
saat membersihkan gigi.
c. Sering melakukan bilas mulut.
b. Pembedahan transfontal
Jika tumor hipofise dibawah tulang-tulang dari sella tursika (ekstra
sellar), kraniotoomi dilakukan untuk mendapatkan suatu lapang operasi yang
cukup. Tumor-tumor intraserebral lain, penyakit-penyakit atau trauma
terhadap struktur-struktur yang berdekatan dengan hipofise atau dapat
menyebabkan disfungsi hipofise sementara maupun permanen.
DAFTAR PUSTAKA
Bagnara,Turnor.1998.Endokrinologi
Umum. Yogyakarta: AirlanggaUniversity.
Corwin,Elizabet.J.1997.Buku
Saku Patologi 2. Jakarta : EGC.
C. Long, Barbara.1996. Perawatan
Medikal Bedah Edisi 3. Bandung:
Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan keperawatan.
Doengoes,Marilynn
E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.Jakarta: ECG.
Ganong.W.F.1995.Buku
Ajar Fisiologi kedokteran Edisi 14. Jakarta :EGC.
Guyton.1987.Buku
Ajar Fisiologi Manusia – Penyakit Manusia. Jakarta: EGC.
Guyton
dan Hall.1997.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC.
Hayes,Evelyn.R dan
Joyce.L.Kee.1996. Farmakologi
Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Kumar,Robbins.1995.Buku
Ajar Patologi II Edisi 4. Jakarta : EGC.
Ovedoff,
David.2002.KapitaSelekta Kedokteran. Jakarta : Binarupa Aksara.
Price,Sylvia.A dan
Wilson.1995.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta: EGC.
http://oechayontheblog.blogspot.com/2011/01/asuhan-keperawatan-pasien-dengan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar